Bisnis.com, JAKARTA - Turunnya harga semen yang mulai berlaku pada Senin (19/1/2015) ternyata berdampak terhadap penurunan harga rumah khususnya rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Meskipun hanya turun Rp3.000 per sak, koreksi harga rumah yang dialami MBR akan terasa sangat signifikan.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Eddy Hussy mengatakan turunnya harga semen berdampak terhadap biaya konstruksi rumah sederhana tapak yang berkisar Rp125 juta-Rp165 juta. Selama ini, kontribusi semen terhadap seluruh konstruksi bangunan rumah menyumbang sebanyak 20% hingga 30%.
“Kami menyambut baik terhadap penurunan harga semen karena turut menurunkan harga rumah sederhana tapak sebesar 20%,” katanya kepada Bisnis usai acara EBA-SP Peluang dan Tantangan Pembiayaan Perumahan di Jakarta, Selasa (20/1).
Kendati demikian, lanjut Eddy, penurunan harga rumah tidak dapat dirasakan dalam waktu dekat. Pasalnya, material bangunan merupakan bahan pokok yang bersifat jangka panjang.
“Kemungkinan penurunan harga rumah, baru dapat dirasakan sekitar 3 hingga 6 bulan kemudian,” ujarnya.
Lagipula, penurunan harga rumah juga hanya dirasakan oleh proyek baru yang dikerjakan mulai semester II/2015. Untuk proyek semester ini, kontraktor dan pengembang masih menggunakan harga semen normal sebelum terjadi penurunan.
Turunnnya harga semen juga disambut baik oleh pelaku usaha adalam hal ini pengembang. Meskipun pengembang besar tidak bermain dalam rumah MBR, mereka juga masih tetap berkontribusi membangun rumah dalam konsep hunian berimbang.
Direktur PT Summarecon Agung Tbk Adrianto P. Adhi mengatakan turunnya harga semen merupakan imbas dari pernurunan harga bahan bakar minyak.
Dia mengatakan jika harga rumah mengalami penurunan, bukan semata-mata karena turunnya harga semen tetapi juga harga BBM yang berpengaruh terhadap transportasi pengangkut bahan material.
“Namun kami tetap menyambut positif,” ungkapnya.
Penurunan harga semen, lanjutnya, tidak terlalu berimbas terhadap pembangunan rumah skala menengah ke atas. Penurunan harga rumah skala tersebut juga tidak bakal ditemui. Pasalnya kehilangan satu sak semen dalam penggarapan rumah skala tersebut pun juga tidak berpengaruh.
Lain cerita dengan rumah MBR, dimana kehilangan satu sak semen atau material lain akan berimbas pada efisiensi kontraktor. Kondisi tersebut akan membuat pengerjaan molor dan menambah ongkos yang akan dibebankan pada harga satu unit rumah.
“Harga rumah MBR pasti akan turun karena segmen tersebut sangat sensitif dan bergantung terhadap volume material,” jelasnya.
Untuk itu, dia memprediksikan akan ada koreksi harga yang signifikan terhadap rumah skala MBR yang dapat dirasakan beberapa bulan kemudian.
Adrianto berharap, turunnya harga semen juga akan diikuti oleh penurunan harga material lainnya seperti pasir, kerikil, besi dan keramik. Pasalnya pengangkutan material tersebut mengggunakan bahan bakar minyak yang saat ini juga mengalami penurunan harga akibat merosotnya harga minyak dunia.
Dengan begitu, jika semua material mengalami penurunan maka tak ayal harga rumah segala bakal mengalami penuruan.
Pendapat berbeda diutarakan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (APERSI) Fuad Zakaria. Dia mengungkapkan material semen merupakan bagian kecil dari proses pembangunan sebuah unit rumah.
“Turunnya harga semen hampir tidak berpengaruh terhadap harga rumah. Itu [semen] merupakan komposisi yang sangat kecil,” terangya.
Dia menjelaskan dalam pembangunan sebuah rumah dibutuhkan 50:50 antara tanah dan material bangunan. Tanah memilik porsi terbesar yaitu 50% sedeangkan sisanya dibagi antara seluruh material bangunan.
“Jika harga tanah tetap tinggi, jangan berharap terlalu banyak dengan turunnya harga rumah,” katanya.