Bisnis.com, BEIJING -- China memegang peranan yang semakin penting di Asia Pasifik dan di dunia. Turis dari Negeri Tirai Bambu juga semakin banyak menyebar ke seluruh dunia.
Untuk tahu lebih jauh mengenai hubungan China-Indonesia, Bisnis.com bersama sejumlah wartawan Indonesia mewawancarai Dubes RI untuk Tiongkok, Soegeng Rahardjo, di Beijing pada Jumat (16/1/2015). Berikut petikannya:
Bisa dijelaskan perkembangan perdagangan dan wisata Indonesia-China
Saya baru kurang lebih 9 bulan bertugas di sini. Banyak persoalan yang tadinya tidak terselesaikan dalam jangka panjang, pelan-pelan kami selesaikan. Contohnya, pajak untuk Garuda yang dikenakan pemerintah kita bisa selesaikan setelah 12 tahun tidak bisa diselesaikan.
Juga selama 5 tahun ekspor burung walet kita di-ban oleh pemerintah China dan kita selesaikan. Sejak 22 November 2014, sarang burung walet bisa ekspor lagi. Nilainya, mengacu pada ekspor terakhir 5 tahun lalu, adalah Rp1,3 triliun. Jumlah yang cukup tinggi.
Ada beberapa komoditas lain yang semula di-ban kini bisa masuk, di antaranya kura-kira moncong babi dari Papua, ikan arwana dari Papua dan Kalimantan, kayu gaharu untuk membuat hio.
Berkaitan dengan turisme, saya canangkan untuk datangkan 3 juta turis China setiap tahun sampai 2016.
Ternyata flight kita ke Indonesia hanya bermuara di Jakarta. Saya sudah bertemu dengan Dirut Garuda, waktu itu Pak Emirsyah Satar, saya usulkan agar membuka penerbangan langsung ke tempat-tempat wisata. Kita coba dengan Bali yang baru diresmikan tanggal 13 Januari lalu dan sambutannya ternyata membeludak.
Hal lan yang harus dilakukan adalah paling tidak ada tiga atau lima pelabuhan udara yang bisa digunakan untuk penerbangan langsung ke China.
Apa yang perlu dilakukan untuk menarik turis dari China?
Selama ini kita hanya menarik Australia, Eropa, Jepang. Sekarang ada segmen pasar baru yakni Tiongkok. Nah ini paling tidak bisa kita tahu karakteristik turis dari China.
Mereka itu masyarakat yang kalau pergi itu selalu berkelompok. Kalau sudah berkelompok inginnya makanan China. Sign harus berbahasa Mandarin. Hal yang simpel-simpel seperti ini perlu ditingkatkan.
Segmen turisme yang perlu disasar adalah segmen anak muda. Mereka datang dengan jiwa petualangan, misalnya mau diving. Bagi saya kita perlu pasarkan triangle diving yang tak ada tandingannya yakni Bunaken, Wakatobi, Raja Ampat.
Hal lain yang diperlukan adalah konektivitas di dalam negeri kita. Kalau ini bisa diselesaikan, jangankan 3 juta orang China, semua orang akan berbondong-bondong datang ke Indonesia. Orang kan datang untuk menikmati kenyamanan. Nyaman dalam penerbangan, nyaman di bandara, nyaman dengan bus, kereta, dan sebagainya. Itu 'PR" kita.
Bagaimana neraca perdagangan Indonesia-China?
Memang dulu ada defisit yang tidak besar, tetapi sekarang ada defisit yang sangat besar. Ini sehubungan dengan pelaksanaan larangan ekspor bahan mineral mentah.
Ternyata tahun 2013 ekspor barang mineral mentah ke China itu sebesar US$11 miliar. Sehingga tahun 2014 ada US$11 miliar yang harus dipenuhi komoditas lain. Maka tren defisit perdagangan membesar.
Namun demikian, ada ada sisi positifnya, yakni perusahaan Tiongkok yang memerlukan mineral dari Indonesia berbondong-bondong membangun smelter, mengolah bahan mentah menjadi bahan stengah jadi. Harusnya kita mendorongnya juga dari hilirnya, bukan hanya hulu, sehingga hasilnya punya kaitan dengan produk global guna meningkatkan ekspor.
Untuk smelter mudah-mudaha per Juni-Juli sudah masuk ekspor ke Tiongkok. Sudah ada di Morowali, di Soroako, Halmahera Tengah. Semua di Indonesia bagian Timur. Apalagi pemerintah kita akan menjadikan lokasi itu zona industri. Dan ini akan semakin mudah kalau misalnya ada penerbangan langsung ke sekitar lokasi. Investor akan mudah berkunjung ke sana.
Apa pandangan Anda soal wacana bebas visa?
Bebas visa masih perlu koordinasi internal kita. Harusnya kebijakan ini memang bersifat resiprokal. Kalau bagi saya, bebas visa bukan kunci untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Kuncinya yang tadi itu, bagaimana turis merasa nyaman datang ke Indonesia. Konektivitas bagus, merasa dilayani, feel at home di Indonesia.
Kalau perbandingannya dengan Hong Kong dan Jepang itu terlalu kecil. China itu outbond turisnya 100 juta tahun lalu, tahun ini bisa 120 juta.
Kunjungan turis China sasarannya adalah Hong Kong dan Korea. Jepang dan Vietnam sudah berkurang karena ada ketegangan. Untuk tujuan Asean mereka datang ke Thailand dan Singapura. Posisi kita masih di bawah.
Saya kira segmen turis anak muda bisa digarap. Anak-anak muda sekarang trennya diving dan petualangan. Saya ketemu anak-anak muda yang ingin ke Indonesia untuk diving keBunaken. Segmen lainnya adalah gaya hidup. Kopi jadi gaya hidup di Tiongkok sekarang. Buktinya, kopi luwak ada yang dijual sangat mahal di Beijing dan mereka membeli.
Apa yang menjadi agenda penting 2015
Saya kira kita perlu propose pengembangan tol laut. Antara gagagsan Presiden Jokowi dan Presiden Xi Jinping ada kesamaan, Presiden Jokowi dengan Tol Laut, Presiden Xi Jinping dengan rencana menghidupkan jalur sutra laut abad ke-7 serta jalur yang pernah dilalui laksamana Cheng Ho. Intinya konektivitas.
Kita akan tawarkan pada pengusaha dari China untuk ikut serta dalam pengembangan tol laut. Waktu berkunjung ke sini, Presiden Jokowi ikut melihat perkembangan pelabuhan Tianjing.
Dalam waktu dekat akan ada high level dialoque antara Menko Perekonomian Indonesia dengan Vice Prime Minister China pada 25-27 Januari tahun ini. Saat itu akan dibahas hal-hal konkret terkait perdagangan, pertanian, transportasi, infrastruktur, energi.
BACA JUGA:
GARUDA TAMBAH PENERBANGAN DARI BEIJING: Turis China ke Indonesia Kurang dari 1%
GARUDA TAMBAH PENERBANGAN DARI BEIJING: Incar Kenaikan 40%, Ini Kelebihan yang Diandalkan