Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketergantungan Sangat Tinggi, Penghapusan Impor Kedelai Sulit

Pengaturan ulang tata niaga impor kedelai belum bisa dihapuskan mengingat kebutuhan sektor itu belum mampu dipasok dari dalam negeri sepenuhnya.
Indonesia sulit menghentikan ketergantungan impor kedelai/bisnis.com
Indonesia sulit menghentikan ketergantungan impor kedelai/bisnis.com

Bisnis.com, Bandung - Pengaturan ulang tata niaga impor kedelai belum bisa dihapuskan mengingat kebutuhan sektor itu belum mampu dipasok dari dalam negeri sepenuhnya.

Pakar Pertanian Unpad Prof Benny Joy menilai usulan mengenai pengaturan ulang tata niaga kedelai agar mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri yang salah satu di antaranya menghentikan program impor tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Dia menilai Indonesia termasuk negara yang masih tergantung terhadap impor komoditas pertanian tersebut. Kecuali, upaya perluasan lahan sudah dilakukan dan angka hasil produksi dalam negeri telah mengalami peningkatan.

"Luas panen kedelai lokal kita itu tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan kedelai untuk produksi tahu di Sumedang saja hanya mengandalkan kedelai hitam, kalau tidak mereka anggap hasilnya jelek," katanya kepada Bisnis, Kamis (15/1/2015).

Dia menjelaskan kedelai banyak diimpor karena untuk berbagai kebutuhan olahan makanan seperti tahu, tempe, kecap, dan lain sebagainya.

Dari tahun ke tahun, ujarnya, produksi kedelai tidak mengalami peningkatan signifikan dengan berbagai alasan seperti harga jual kedelai di tingkat petani yang masih rendah.

Kondisi tersebut disebabkan panjangnya mata rantai perniagaan nasional. Dengan begitu, ketika komoditas pertanian di tingkat petani rendah tetapi di tingkat konsumen justru tinggi.

"Selain itu juga karena kedelai itu bukan tanaman asli Indonesia sehingga sehebat apapun rekayasa genetik yang dilakukan tidak akan pernah menyamai produksi di negara asalnya," ucapnya.

Meski begitu, dirinya sepakat dengan niatan swasembada kedelai yang didengungkan pemerintah dan petani itu sendiri termasuk soal sentralisasi kawasan kedelai.

"Karena kedelai merupakan tanaman yang tidak bisa hidup di sembarang tempat termasuk ketinggian atau daerah dataran tinggi dengan iklim cuaca yang cenderung dingin," paparnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadjat mengungkapkan dalam kurun empat tahun terakhir harga kedelai lokal tidak pernah berpihak ke petani.

"Pemerintah seharusnya lebih mendorong upaya ekspor kedelai, hal tersebut jelas lebih dapat mendorong terealisasinya rencana swasembada kedelai," kata Entang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper