Bisnis.com, BANDUNG--Asosiasi Pengusaha Industri Kakao dan Cokelat Indonesia atau APIKCI pesimistis industri kakao mampu berdaya saing saat pasar bebas Asean.
Ketua APIKCI Sony Satari beralasan saat ini industri kakao di Indonesia lebih banyak didominasi kepemilikan asing.
Sementara mayoritas industri kakao dalam negeri masih berkapasitas kecil sehingga pesimistis mampu bersaing dengan industri besar karena kepemilikan modal yang terbatas.
“Yang kecil sudah sulit untuk bersaing terutama dalam permodalan. Sedangkan yang besar datang dari luar negeri dengan modal yang lebih besar. Bisa dibayangkan jika industri asing itu menguasai pasar dalam negeri," kata Sony kepada Bisnis akhir pekan lalu.
Kendati demikian, pihaknya menaruh harapan besar jika langkah rehabilitasi perkebunan kakao pun berimbas pada kesejahteraan petani.
“Bisa dibayangkan kalau kita meningkatkan produktivitas kakao hanya untuk memasok biji ke industri besar. Namun, jika untuk kesejahteraan petani itu tidak apa-apa,” ujarnya.
Sementara itu, Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Jawa Barat meminta pemerintah secara intensif menerapkan sistem sambung samping dalam program peremajaan kakao guna meningkatkan produktivitas kakao.
Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao.
Penasihat APKAI Jabar Iyus Supriatna mengatakan keunggulan sistem sambung samping yakni lebih cepat berbuah dibanding peremajaan tanaman.
Bahkan, biaya dan tenaga yang akan dikeluarkan akan jauh lebih murah dibandingkan bila melakukan replanting.
Dia menjelaskan petani hanya membutuhkan waktu paling lama 1 hingga 1,5 tahun untuk memanen kakao.
“Jika pemerintah melakukan peremajaan dengan melakukan replanting atau penanaman kembali tanaman maka petani bisa memanem dalam jangka waktu lima tahun,” katanya.
Iyus menyebutkan saat ini produktivitas kakao di kawasan itu hanya menghasilkan 500 kuintal kakao per hektare.
Namun, jika diterapkan sistem sambung samping produktivitas kakao bisa mencapai 1 hingga 1,5 ton per ha.
“Kami yakin kakao akan banyak diserap pasar internasional. Bahkan komoditas kakao dalam negeri yang saat ini peringkat ketiga di dunia bisa naik ke posisi kedua mengalahkan Ghana dan Afrika Selatan,” ungkapnya.