Bisnis.com, BANDUNG - Kepengurusan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mendatang harus mampu mengaplikasikan konsep dan dasar pemikiran tentang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Dengan begitu MEA akan memberikan dampak positif bagi pengusaha muda di Indonesia.
Ketua Umum Hipmi Raja Sapta Oktohari mengatakan, masih banyak tantangan yang akan dihadapi pengurus Hipmi berikutnya.
Untuk itu, pada Munas XV di Bandung ini Hipmi mengusung tema 'Pengusaha Muda Menjawab Tantangan Global'.
Konsep dalam menghadapi MEA, ujarnya, sudah seharusnya masuk dalam tataran aplikasi.
"Pengurus yang terpilih bukan lagi sibuk sosialisasi, tapi aplikasi konsep dan dasar pemikiran tentang MEA dan bagaimana aplikasi memberi dampak positif bagi pengusaha muda di Indonesia," katanya, saat jumpa wartawan Munas XV Hipmi di Bandung, Sabtu (10/1/2015).
Untuk itu, bagi Hipmi, Musyawarah Nasional (Munas) bukan sekadar regenerasi tapi lebih paripurnanya keputusan tertinggi.
Pengurus Hipmi harus banyak melakukan komunikasi dengan pemerintah agar para pengusaha muda mendapatkan perhatian berupa kebijakan yang menumbuhkembangkan kewirausahaan.
Dia menegaskan, Hipmi bukan sekadar organisasi untuk kumpul-kumpul, tapi juga melahirkan pengusaha baru dan menumbuhkan mereka menjadi pengusaha yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan kontribusi dalam pembangunan negeri.
Meski begitu, diakuinya, selama tiga tahun kepengurusannya, belum mampu menciptakan wirausahawan baru sebesar 2% dari total penduduk Indonesia seperti target yang ditetapkan.
"Selain itu, kami juga menitipkan kepada pengurus berikutnya untuk tetap memperjuangkan payung hukum pengusaha pemula," ujarnya.
Saat ini, progres pembuatan payung hukum yang bertujuan mendukung para wirausahawan itu masih dalam tahap kajian di kementerian koordinator perekonomian di mana pembahasan awalnya telah dilakukan sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Dan nanti di hadapan Presiden Jokowi akan disampaikan lagi mengenai affirmative action yang perlu dilakukan pemerintah terhadap pengusaha pemula," ujarnya.
Ada tiga hal yang menjadi perhatian dari lahirnya payung hukum tersebut yakni masalah legalitas, akses permodalan hingga pasar.
Untuk masalah legalitas atau perizinan, pihaknya terus mendorong agar pengurusannya lebih mudah dan sederhana.
"Kami mengambil contoh dari Singapura di mana kemudahan izin usaha menjadi nomor satu. Untuk bikin perusahaan hanya butuh waktu 3 hari bahkan dalam praktiknya 15 menit saja," ucapnya.
Di Indonesia, pengurusan izin harus ditempuh dalam waktu lama yakni 64 hari dengan biaya Rp16 juta.
Hipmi mendorong agar hal itu dibenahi dan ada perubahan menjadi 10 hari dan akte perusahaan pun bisa dicek dalam 3 menit.
Mengenai aspek legal tersebut, sambungnya, perlu diperbaiki lagi.
Begitu, juga dengan permodalan yang belum tuntas. Padahal, bagi pengusaha pemula, permodalan menjadi komponen yang dibutuhkan.
"Karena kebutuhan dana permodalan bukan hanya sekadar CSR yang didesain bagi calon entrepreneur yang serius. Kami ingin payung hukum ini tidak langsung menjadi UU, bisa jadi lewat Perpres dulu," ucapnya.