Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MEA 2015, Ego Sektoral & Keterbatasan Infrastruktur Logistik Masih Jadi Momok

Pelaku logistik menyatakan, perilaku ego sektoral antar instansi serta keterbatasan infrastruktur logistik di Tanah Air masih menjadi momok kalangan dunia usaha sehingga berpotensi menjadi penghambat utama berkompetisi dalam Asean Economic Community / Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
 Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -  Pelaku logistik menyatakan, perilaku ego sektoral antar instansi serta keterbatasan infrastruktur logistik di Tanah Air masih menjadi momok kalangan dunia usaha sehingga berpotensi menjadi penghambat utama berkompetisi dalam Asean  Economic Community / Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat  ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, selain menghapus ego sektoral  yang dapat menghambat Indonesia dalam menghadapi MEA 2015, Pemerintah RI juga perlu menggenjot infrastuktur dan mendorong regulasi yang berpihak pada peningkatan volume pasar ekspor.

“Tetapi meningkatkan volume pasar ekspor juga mesti konsisten dalam mengamankan ketersediaan pasar di dalam negeri,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini, Minggu (21/12/2014).

Dia mengatakan, untuk optimalisasi ekspor tersebut pihaknya sudah mengusulkan kepada Pemerintah agar dilakukan pembenahan infrastruktur maupun regulasi.

Dari sisi infrastruktur, kata dia, perlu sistem dokumen ekspor yang terintegrasi , sistem pelayanan satu atap , serta penjadwalan keberangkatan kapal dan akses angkutan barang ke pelabuhan.

Yukki mengatakan, sedangkan  untuk meningkatkan volume ekspor perlu didorong  adanya Fasilitas Berikat, fasilitas KITE (kemudahan impor tujuan ekspor ), serta  fasilitas pajak terhadap kegiatan re-impor. “Kami sudah menyampaikan usulan tersebut  kepada instansi terkait termasuk ke Kemendag,”ucapnya.

Dia mengatakan, persoalan infrastruktur logistik di tanah air tidak cukup hanya di respon oleh satu instansi saja, lantaran perlu menyelaraskan program sistem logistik nasional (Sislognas)  dengan kebijakan Poros Maritim yang menjadi tagline pemerintahan Jokowi-Jussuf Kalla.

“Karena itu ALFI memohon kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perhubungan untuk dapat sebagai leading sector nya,” paparnya.

Yukki mengatakan, asosiasinya juga sudah menginventarisasi masalah pokok dan jalan keluar membenahi  infrastruktur moda angkutan laut, udara, dan moda darat di Indonesia.

INVENTARISASI
Untuk moda angkutan laut, kata dia, yang menjadi masalah yakni  belum adanya pelayanan satu atap bagi instansi terkait dengan kegiatan pelabuhan untuk mengurangi waktu proses pemasukan dan pengeluaran.

Selain itu, keberadaan pelabuhan yang melayani pelayaran internasional  masih belum terintegrasi dengan pusat  industri dan perdagangan serta akses transportasi darat  sehingga tidak ada kepastian waktu tempuhnya.

Terhadap persoalan  moda angkutan laut tersebut, ALFI mengusulkan untuk diadakan kantor bersama semua instansi yang terkait dengan pengurusan dokumen ekspor-impor , termasuk perwakilan pelayaran dan kantor penerbitan perijinan ekspor-impor.

“Juga mengembangkan kawasan perdagangan dan industri perakitan produk akhir dari komoditi tujuan ekspor di sekitar pelabuhan , serta menyediakan banyak akses jalan angkutan barang pelabuhan,” ujarnya.

Yukki mengatakan, sedangkan hambatan logistik yang terkait dengan moda angkutan udara ,belum seimbangnya ketersediaan jumlah maskapai penerbangan  dan tujuan penerbangan pada bandara yang melayani penerbangan internasional,  sehingga ekspor komoditi dari daerah tertentu harus dikonsolidasi ke bandara yang memiliki ketersediaan maskapai penerbangan untuk tujuan yang diharapkan. Hal ini berakibat terhadap lamanya waktu pengiriman dan juga biaya kirim barang tersebut .

Selain itu, kata dia, keberadaan Bandara  yang melayani penerbangan internasional  juga masih belum terintegrasi dengan pusat  industri dan perdagangan serta akses transportasi daratnya.

Adapun hambatan logistik pada moda angkutan darat, menurut ALFI, dipicu kemacetan lalu lintas di jalur distribusi, pungutan liar di jalan, belum operasinya depo container kosong selama 24 jam serta lamanya pelayanan bongkar muat di Pelabuhan yang menyebabkan rendahnya produktivitas truk angkutan barang sehingga menjadi salah satu faktor biaya tinggi logistik.

“Pemanfaatan angkutan kereta barang hingga kini juga masih belum maksimal dikarenakan proses operasionalnya tidak sederhana dibanding truk ,selain itu banyak fasilitas stasiun KA yang tidak strategis untuk angkutan barang,”paparnya.(K1)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akhmad Mabrori
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper