Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asumsi APBN Diubah Januari

Asumsi penghitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 akan diubah menyusul perubahan indikator perekonomian beberapa waktu terakhir.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, SURABAYA--Asumsi penghitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 akan diubah menyusul perubahan indikator perekonomian beberapa waktu terakhir.

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Rofyanto Kurniawan mengatakan perubahan asumsi dasar antara lain pertumbuhan ekonomi yang semula dipatok 5,8% maka akan dikoreksi di kisaran 5,5%.

"Angka-angkanya masih dibahas sebenarnya sehingga revisi mungkin bisa ditetapkan Januari-Februari [2015]," jelasnya di Surabaya, Kamis (18/12/2014).

Menurutnya asumsi inflasi yang dipatok 4,4% dan diproyeksi bisa 6,4% kemungkinan direvisi di level 5,5%. Demikian juga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semula diasumsikan Rp11.900 kemungkinan akan diubah menjadi Rp12.000 atau Rp12.100.

"Harga minyak mentah juga akan diubah, hanya nilainya belum dan menyesuaikan dengan nilai subsidi tetap," paparnya.

Dia menambahkan asumsi produksi minyak juga akan diubah karena asumsi produksi 900.000 barel per hari tidak sesuai kemampuan lapangan. "Terus kami hitung agar bisa mendukung rencana pemerintah."

Bila menggunakan asumsi lama, Rofyanto menjelaskan penyesuaian harga bahan bakar minyak membuat pemerintah bisa menghemat Rp120 triliun, terdiri dari penghematan 2014 Rp9,4 triliun dan 2015 Rp110,2 triliun.

Dia menilai ruang fiskal tersebut akan lebih lebar bila subsidi energi dan nonenergi bisa dikendalikan.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Ahmad Erani Yustika mengatakan guna memperlebar ruang fiskal juga bisa dilakukan efisiensi belanja birokrasi.

"Sekarang belanja birokrasi 22,17% dari APBN dan 2004 lampau bisa 16,23%. Ini perlu dicermati dan diturunkan," jelasnya.

Problem belanja yang inefisien, kata dia, juga terjadi di program pengentasan kemiskinan. Biaya pengentasan kemiskinan tidak sebanding dengan penurunan jumlah warga miskin, sehingga ada cerminan inefisiensi program. "Inefisiensi menjadi tantangan."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Miftahul Ulum
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper