Bisnis.com, SAMPIT - Wahana Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meneliti usulan izin pelepasan kawasan hutan oleh perusahaan di provinsi ini.
"Harus diperiksa dulu apakah perusahaan tersebut layak untuk mendapatkan IPKH," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas di Palangka Raya, Selasa (16/12/2014).
Dia menambahkan Menhut harus meneliti apakah perusahaan tidak berkonflik dengan masyarakat dan masuk di wilayah adat, apakah masih memiliki tegakan kayu dan berada di hutan alam dan atau gambut, apakah tersedia dokumen administrasi yang clear and clean.
"Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus menjadi acuan bagi pemerintah pusat untuk meneliti usulan izin pelepasan kawasan hutan dari perusahaan-perusahaan di Kalteng. Jangan sampai pemerintah melakukan kesalahan karena memberikan izin tersebut kepada perusahaan yang bermasalah," kata dia.
Aktivis lingkungan yang akrab disapa Rio ini sepakat jika untuk sementara tidak ada IPKH hingga perusahaan menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat operasional perusahaan mereka.
"Ini kan pemutihan pelanggaran korporasi melalui PP 60/61. Seharusnya dioptimalkan perusahaan yang sudah ada sehingga tidak mengonversi hutan lagi. Ini sejalan dengan komitmen Kementerian LH dan Kehutanan. Tidak ada lagi IPKH sebelum masalahnya beres," sambung Arie.
Saat ini puluhan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalteng mengajukan izin pelepasan kawasan hutan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Beberapa usulan di antaranya sebanyak 32 permohonan diajukan oleh perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur.
"Di Kotim, ada 32 perusahaan yang mengajukan izin pelepasan kawasan. Dari jumlah tersebut, 22 usulan diminta melengkapi persyaratan, sisanya sedang diproses dan hanya dua yang sudah sampai ke menteri," kata Kepala Sub Direktorat Perubahan Fungsi dan Peruntukan Kawasan Hutan Wilayah II Dirjen Planologi Kehutanan Satia Wardana saat menjadi narasumber acara di Dinas Kehutanan Kotim, pekan lalu.
Satia mengatakan masalah penetapan kawasan hutan atau tatas batas menjadi perhatian pemerintah pusat. Hal inilah yang kemudian mendasari 12 kementerian bersepakat mempercepat pengukuhan kawasan hutan dan tata batas.
Program ini dilakukan secara teliti dan diawasi Komisi Pemberantasan Korupsi karena rawan terjadi korupsi, baik di tingkat maupun daerah. Proses yang dilakukan harus benar-benar sesuai aturan meski akan dipercepat dengan disepakati disusunnya Peraturan Bersama.
Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia Kabupaten Kotim dan Seruyan, Siswanto berharap pemerintah mempermudah perizinan dan persyaratan lainnya sehingga investasi akan terus masuk dan berkembang.
"Kami berharap pemerintah tidak kaku. Kami para pengusaha ini selalu berusaha mematuhi aturan karena ingin menjalankan usaha seperti seharusnya. Mudah-mudahan pemerintah juga mengupayakan seperti itu,"katanya