Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah serius menerapkan skema subsidi tetap, setelah menaikkan harga premium dan solar masing-masing 31% dan 36% medio November.
Kepada para investor, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan subsidi tetap akan mempermudah pengendalian anggaran subsidi karena hanya bergantung pada volume konsumsi, tidak dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar atau harga minyak.
Berbeda dengan saat ini yang menetapkan harga jual BBM subsidi pada harga tertentu.
"Kami serius mempertimbangkan untuk mengimplementasikan apa yang disebut dengan fixed subsidy regime. Melalui skema ini, nantinya besaran subsidi dipatok per liter BBM," katanya dalam acara Investor Gathering, Rabu (3/12/2014).
Bambang menuturkan penyesuaian harga akan menurunkan disparitas antara harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi yang memberi insentif bagi masyarakat untuk berpindah ke BBM yang berkualitas lebih baik. Di sisi lain, dapat membantu mengurangi penyalahgunaan atau penyelundupan BBM subsidi.
Kenaikan harga BBM subsidi pun, lanjutnya, dapat mendorong eksplorasi dan utilisasi penggunaan energi alternatif dan energi terbarukan.
Langkah itu juga menjadi sinyal pemerintah serius menangani masalah struktural dalam perekonomian yang sering menghambat pembangunan.
"Pemerintah akan dan dapat mengambil keputusan sulit dan mungkin tidak populer selama itu untuk menciptakan kebaikan lebih besar bagi masyarakat," ujar Bambang.
Penghematan belanja hasil kenaikan harga BBM subsidi, kata Bambang, akan direalokasi untuk pengembangan infrastruktur, khususnya infrastruktur dasar yang mendukung terciptanya ketahanan pangan dan maritim, termasuk sektor pertanian dan perikanan serta sektor energi.
Penghematan juga akan digunakan untuk menstimulasi pembangunan daerah ke depan melalui alokasi dana desa.
Namun, lembaga pemeringkat utang Fitch Ratings menilai langkah pemerintahan Joko Widodo menaikkan harga BBM subsidi tidak menandakan kemampuan pemerintah mendorong implementasi perubahan-perubahan lainnya, sekalipun menunjukkan intensi menjalankan agenda reformasi secepatnya.
"Karena keputusan mengenai bahan bakar ini tidak membutuhkan persetujuan parlemen yang saat ini dikuasai oleh kelompok oposisi" ujar Presiden Direktur PT Fitch Ratings Indonesia Baradita Katoppo dalam keterangan tertulisnya.