Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TIM REFORMASI TATA KELOLA MIGAS: Dirut Baru Pertamina Diminta Fokus di Sektor Hulu

Menteri BUMN Rini Soemarno akhirnya mengumumkan nama Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang baru.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri BUMN Rini Soemarno akhirnya mengumumkan nama Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang baru.

Tugas berat menanti sang nakhoda baru sudah menanti di depan mata.

Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Darmawan Prasodjo yang juga mantan tim Pokja Transisi Pemerintahan berharap dirut baru Pertamina bisa memperbaiki berbagai bisnis Pertamina mulai dari upstream, downstream, hingga midstream.

Dia berharap pembenahan skala prioritas bisa dilakukan di sektor hulu.

“Tantangan industri migas sangat besar dan rantainya sangat panjang. Untuk itu di tiap tahapan bisnis bisa menghasilkan value dengan cost yang lebih sedikit, dibutuhkan sikap profesionalisme,” ucapnya saat dihubungi wartawan, Jumat (28/11/2014).

Di sektor downsteam seperti kilang, petrokimia, juga perlu segera diperbaiki. Begitu juga misal di rantai distribusi sudah mendesak untuk dilakukan pembenahan. Sekaligus juga meningkatkan core kompetensi bisnis, dan peningkatan kapabilitas organisasi Pertamina.

“Di sinilah dari sisi kompetensi teknis dirut baru harus belajar lebih cepat, harus bisa mengawinkan antara kemampuan manajemen dan teknis,” tegas pria yang biasa disapa Darmo ini.

Dia berharap kepemimpinan Dwi yang sudah bagus di Semen Indonesia bisa ditransformasikan ke Pertamina, sehingga bisa menjadi lebih baik dan lebih fokus dalam mengelola bisnis.

“Dwi punya track record bagus saat memimpin Semen Indonesia dari proses merger hingga jadi perusahaan berkelas internasional. Dia punya kepemimpinan kuat, semoga bisa ditransformasikan ke Pertamina,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengatakan salah satu tugas mendesak yakni memaksimalkan energi alternatif melalui konversi BBM ke BBG.

"Ini terutama masalah lambatnya pengembangan infrastruktur, diduga ada konflik kepentingan dari pebisnis minyak yang tidak mau berkurang marginnya" ujar dia.

Faisal menyarankan pemerintah menggeber konversi ke BBG minimal di untuk angkutan publik di kota-kota besar terlebih dahulu secara sungguh-sungguh dengan memperbanyak infrastruktur penunjang. Pembangunan infrastruktur itu juga harus diberikan kemudahan.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai dari sekian kali kenaikan harga BBM dan LPG bersubsidi, seringkali pemerintah luput untuk membenahi penyediaan energi alternatif.

“Dana penghematan subsidi BBM itu kemudian dialihkan ke infrastruktur termasuk pembangunan SPBG di kota-kota besar atau membangun fasilitas energi baru dan terbarukan, sehingga konversi BBM ke BBG dan energi alternatif lainnya bisa lebih cepat," kata Tulus,

Dia curiga, impor minyak yang terus dipertahankan mengindikasikan adanya kepentingan tertentu yang berkolaborasi dengan para mafia minyak, sehingga program konversi ke gas jadi lambat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper