Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Industri Pengecoran Logam menyatakan Indonesia akan menjadi pasar dalam beberapa waktu mendatang, sebelum pasokan bahan baku mengalir ke sektor hilir.
Achmad Safiun, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengecoran Logam (Aplindo), mengatakan kebutuhan industri hilir begitu besar, akan tetapi sektor hulu sebagai pemasok bahan baku belum mampu memenuhinya.
“Di kawasan Asean, bahan baku aluminium hanya ada di Indonesia, tetapi hingga kini kita masih menggantungkan pasokan bahan baku [alumina] impor. Belum lagi dengan nikel, copper, yang tertanam di bawah tanah kita, tetapi belum dapat digunakan dengan baik,” katanya, Rabu (26/11).
Data Aplindo menunjukkan, kebutuhan aluminium nasional saat ini sebesar 800.000 ton, sementara industri lokal hanya mampu memasok 250.000 ton. Padahal untuk tahun depan, pertumbuhan industri yang membutuhkan aluminium bertumbuh antara 10% - 15%.
Industri logam yang bernaung dibawah Aplindo berbasis besi dan aluminium.
Pengembangan kedua jenis logam tersebut terkendala di sektor hulu dan hilir karena melalui impor. Pig iron, besi skrap sebagian besar baja paduan, aluminium paduan, alumina dan kekurangan aluminium ingot masih diimpor, walaupun alam Indonesia mengandung bijih besi dan bauxite yang cukup besar.
Menurutnya, kebutuhan aluminium untuk sektor industri hilir pada 2025 akan mencapai 2,2 juta ton per tahun, sementara untuk baja sebesar 30 juta ton.
“Pertumbuhan penggunaan aluminium pesat sekali, mulai dari konstruksi bangunan, sektor otomotif ataupun industri lain. Melihat hal itu, pembangunan smelter menjadi harga mati, sehingga ketergantungan impor tidak terlalu besar,” tuturnya.