Bisnis.com, JAKARTA—Presiden Jokowi diminta lebih banyak Libatkan masyarakat petani hadapi perubahan iklim.
“Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla diminta untuk melibatkan partisipasi masyarakat petani, dan pemerintah daerah dalam membuat berbagai kebijakan yang bertujuan melindungi hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim,” papar John Pontius, team leader dari rencana aksi perubahan Iklim (RAPI), dalam Lokakarya Nasional Pembelajaran Adaptasi Perubahan Iklim dan Perencanaan Aksi Berkelanjutan, di Jakarta, Kamis (20/11).
Lokakarya diadakan oleh USAID IFACS dan Yayasan FIELD bekerjasama dengan Direktorat Bina Perhutanan Sosial Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Lebih lanjut John Pontius memaparkan, pelibatan masyarakat petani yang tinggal di sekitar hutan konservasi tinggi atau hutan taman nasional dan lahan gambut beserta aparat pemerintah daerah dalam melaksanakan berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perubahan iklim tidaklah sulit, meski memerlukan waktu yang cukup lama serta kesabaran.
Salah satu cara yang perlu dilakukan pemerintah dalam melibatkan masyarakat petani secara aktif adalah dengan memberikan pelatihan –pelatihan dalam menghadapi berbagai bencana dan gejolak alam yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Pelatihan ini akan menjadikan petani selain ikut menjaga kelestarian alam dan hutan di sekitar tempat tinggal mereka, juga dapat lebih produktif dalam mengolah lahan pertaniannya yang ikut menyesuaikan dengan kondisi alam sekaligus tangguh dalam menghadapi perubahan iklim.
Mereka sendiri, katanya, telah bekerjasama dengan lembaga donor dari Amerika Serikat lewat program USAID IFACS (Indonsian Forest and Climate Support) dan yayasan FIELD telah melakukan berbagai pelatihan lewat program Rencana Aksi Perubahan iklim(RAPI) di 90 kabupaten di seluruh Indonesia. Mulai dari Aceh, Kalimantan hingga Papua.
Program RAPI itu sendiri merupakan program kerentanan perubahan iklim dan rencana aksi berkelanjutan, untuk memberikan pemahamanan kepada masyarakat terhadap kerentanan iklim dan mengatasi dampaknya serta meningkatkan kemampuan adaptif perubahan iklim, terutama kepada masyarakat yang tinggal di daerah atau disekitar hutan dengan nilai konservasi tinggi dan di atas lahan gambut.
“Lewat program ini masyarakat bisa lebih paham tentang kondisi iklim yang tidak menentu seperti banjir, kekeringan, longsor, gelombang tinggi, peningkatan muka air laut semakin sering terjadi dengan intensitas yang semakin meningkat, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi dan ekologi,” papar John Pontius.
Salah satu kegiatan RAPI adalah menyelenggarakan sekolah lapangan, yakni sekolah petani yang dilaksanakan oleh masyarakat di desa secara terbuka yang difokuskan pada pembelajaran dan pemahaman tentang kerentanan perubahan iklim yang berkelanjutan serta penyusunan perubahan iklim oleh masyarakat yang tinggal di atau dekat hutan dengan nilai konservasi tinggi dan atau lahan gambut. Setiap sekolah lapangan dihadiri lebih kurang 30 peserta, terdiri dari para petani, aparat desa, kecamatan dan kabupaten.
Proses sekolah lapangan dilakukan sebanyak 10 tahapan, terdiri dari 2 tahap pertemuan persiapan dan 8 tahapan untuk Sekolah Lapangan. Prosesnya dimulai dari persiapan sosialisasi dan pemilihan peserta, membuat sketsa ‘peta’ dan transek analisa transek, analisa trend, analisa 5 modal, analisa 5 modal dengan lensa perubahan iklim, pembuatan rencana kerja, analisa stakeholder, dan melakukan aksi tindak lanjut. (Bisnis.com)