Bisnis.com, JAKARTA—Ditjen Pajak akan kian gencar menindak wajib pajak yang menggunakan faktur pajak aspal (asli tapi palsu) guna meningkatkan kepatuhan pajak, sekaligus mengoptimalkan penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Kalau kemarin-kemarin kan pengguna faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, itu cuma disuruh bayar saja. Kalau sekarang, langsung ditindak,” ujar Plt Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Wahju Tumakaka, Minggu (09/11/2014)..
Dia mengungkapkan banyaknya penerbit dan pengedar faktur pajak aspal yang ditindak selama ini dikarenakan masih banyaknya permintaan dari pengguna faktur aspal. Oleh karena itu, Ditjen Pajak mulai menyisir para pengguna faktur pajak ini.
Menurutnya, belum optimalnya penerimaan pajak selama ini disebabkan rendahnya kepatuhan pajak. Lalu, rendahnya kepatuhan pajak dari wajib pajak dikarenakan belum optimalnya implementasi penegakkan hukum perpajakan.
“Kalau kepatuhan baik, penerimaan akan juga baik. Kalau kita mau dorong ke kepatuhan agar baik, maka sudah semestinya tidak ada kompromi dalam penegakkan hukum perpajakan. Makanya, kami akan perbaiki dari sisi demand-nya,” tuturnya.
Sekadar informasi, kasus faktur pajak aspal saat ini masih cukup marak. Tercatat lebih dari 50% dari seluruh kasus pidana pajak berasal dari kasus faktur pajak aspal. Adapun, kasus faktur pajak aspal periode 2008-2013 mencapai 100 kasus, dengan kerugian negara sekitar Rp1,5 triliun.
Sementara itu, Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiono mengatakan kasus faktur pajak aspal memang cukup rumit. Pasalnya, faktur pajak aspal melibatkan banyak orang, atau jaringan yang bekerja secara masif.
“Mungkin yang kami telah ungkap itu baru 10% saja, dari total pelanggaran faktur pajak aspal. Dari yang kami ungkap juga ternyata ada keterkaitan dengan wajib pajak lainnya, yakni pengguna faktur pajak. Nah ini masih diselidiki oleh kami,” tuturnya.
Yuli mengaku proses penanganan kasus faktur pajak saat ini sudah mengalami perubahan. Sejak awal tahun ini, penanganan faktur pajak aspal mengarah terhadap pengguna faktur pajak, tidak lagi hanya terhadap penerbit dan pengedar faktur pajak aspal saja.
Penanganan tersebut antara lain dengan melakukan klarifikasi terhadap pengguna faktur pajak oleh Account Representative (AR) pajak dan penyidik Ditjen Pajak. Dari pendekatan tersebut, dia mengaku cukup efektif menambah penerimaan negara.
“Dari yang kami undang, para wajib pajak pengguna faktur pajak itu sudah berkomitmen akan membayar kekurangannya sebesar Rp200 miliar. Tapi uang yang masuk itu baru Rp93 miliar dalam semester pertama ini,” katanya.
Dia memperkirakan potensi pajak yang akan diterima dari pendekatan tersebut setidaknya mencapai Rp500 miliar. Meski demikian, lanjutnya, nilai nominal tersebut tidak menjadi target Ditjen Pajak. Menurutnya, kepatuhan pajak yang meningkat lebih diharapkan.
Seperti diketahui, Ditjen Pajak menargetkan rasio penerimaan dari PPN terhadap produk domestik bruto mampu mencapai 5,5% pada 2017 mendatang. Adapun, rasio PPN saat ini baru sekitar 3,5% dari PDB.