Bisnis.com, DENPASAR - Pemerintah daerah Bali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2014 menjadi 6,2% dari sebelumnya 6,4%, apabila pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM pada tahun ini.
Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan Setda Bali I Gede Suarjana menegaskan angka tersebut paling realistis dapat dicapai jika inflasi akan melambung, karena pengaruh kenaikan harga BBM.
“Kecuali pemerintah tidak menaikkan BBM pada tahun ini, kami masih optimistis bisa mencapai level pertumbuhan tertinggi,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/11).
Menurutnya, melihat capaian pada periode Januari-September 2014 diyakini target tersebut dapat terpenuhi. Untuk mengejar pencapaian tersebut, pemda akan meningkatkan ekspor dan menggenjot penyerapan anggaran oleh dinas terkait.
Pemda menargetkan capaian penyerapan anggaran oleh dinas pada akhir tahun ini mencapai 97%. Suarjana mengatakan kendati proyeksi lebih rendah, tetapi pihaknya tetap yakin pertumbuhan ekonomi di Bali masih baik karena lebih tinggi dibandingkan nasional
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bali Panusunan Siregar menegaskan target awal pertumbuhan ekonomi Bali 6,4% sangat berat untuk direalisaikan. Menurutnya, pemda masih dapat memenuhi target dengan syarat mampu mengendalikan tingkat inflasi.
“Namun, berat kalau mencapai pertumbuhan 6,4%, fakta empiris sudah membuktikan susah jika melihat capaian akhir September,” jelasnya.
Berdasarkan data BPS Bali, pada triwulan III/2014, pertumbuhan ekonomi secara kumulatif sebesar 6,08%, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu 6,24%.
Beberapa fenomena yang mempengaruhi perekonomian pada periode ini adalah tingkat penghunian kamar hotel mengalami perlambatan kenaikan dari 2,5 poin pada triwulan II/2014 menjadi hanya 0,28 poin kendati kunjungan wisatawan mancanegara meningkat 17,3%.
Beberapa sektor tercatat mengalami penurunan produksi seperti industri pengolahan makanan dan minuman mengalami penurunan produksi. Jumlah listrik yang terjual berkurang dari 1,104 juta kwh pada triwulan II/2014, menjadi 1,045 kwh atau turun 5,24%. Total anggaran belanja barang dan jasa pada triwulan ini baik yang bersumber dari APBN dan APBD turun masing-masing 12,02% dan 12,66%.
Hampir semua sektor yang selama ini menggerakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini juga terlihat menurun atau tumbuh melambat. Sektor jasa-jasa yang pada triwulan sama tahun lalu tumbuh 10,92%, pada akhir September tahun ini hanya tumbuh 8,3%. Sektor jasa merupakan penggerak utama perekonomian daerah ini, khususnya sektor PHR.
Kondisi perlambatan itu juga terjadi pada sektor industri, listrik gas dan air. Bahkan untuk sektor penggalian minus 2,4% dari sebelumya tumbuh 11,4%, serta bangunan hanya tumbuh 1,42% dari periode sama tahun lalu tumbuh 9,97%.
Panusunan menjelaskan fenomena itu terjadi akibat selesainya pembangunan konstruksi besar di Pulau Dewata seperti bandara dan jalan tol serta kebijakan pemda membatasi penambangan galian. Adapun penopang pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi lembaga non profit sebesar 16,65%, ekspor 15,06%, dan impor 14,03%.