Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan pada September diprediksi kembali defisit karena tekanan harga komoditas yang terus berlanjut.
Proyeksi median Bloomberg menyebutkan defisit perdagangan September mencapai US$280 juta. Dari 19 ekonom yang disurvei, hanya tiga yang memprediksi surplus. Jika terbukti benar, maka defisit itu yang kelima kalinya sepanjang tahun ini.
Ekonom Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan harga komoditas andalan Indonesia masih berada dalam tren pelemahan, seperti batubara, minyak sawit, dan minyak mentah, sehingga tidak cukup mampu memacu ekspor.
Ekspor mineral pun ternyata tidak sesuai harapan meskipun dua perusahaan tambang mineral raksasa, yakni PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara, telah memperoleh dispensasi bea keluar.
Pada saat yang sama, pengapalan produk manufaktur masih lamban sehingga tidak mampu mengompensasi penurunan ekspor komoditas. Secara keseluruhan, Josua memperkirakan ekspor September turun sekitar 0,2% (year on year).
“Minyak bumi turun 3% dibandingkan Agustus. CPO masih turun 1% . Batubara lebih tajam lagi, sekitar 4%. Secara umum, pelemahan harga komoditas masih membayangi neraca perdagangan kita,” katanya saat dihubungi, Minggu (2/11/2014).
Impor, lanjutnya, memang turun lebih tajam sekitar 3,25%, tetapi secara nilai masih lebih tinggi dibandingkan dengan nominal ekspor.
Badan Pusat Statistik akan mengumumkan kinerja perdagangan September, Senin (3/11/2014) puku 11.00 WIB.