Bisnis.com, BANDUNG—Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat mengaku tidak menargetkan persentase kenaikan upah minimum kabupaten/kota di daerah itu.
Apindo memandang penetapan UMK tidak memberatkan dunia usaha serta dipatuhi oleh semua kalangan.
Ketua Apindo Jabar Dedy Widjaja menyatakan kenaikan UMK harus mengacu kepada kebutuhan hidup layak (KHL) yang sudah ditetapkan dalam aturan sebanyak 64 item.
“Kami tidak menargetkan persentase kenaikkan UMK, yang terpenting sesuai dengan kemampuan dunia usaha dan tidak melebihi 30%,” katanya kepada Bisnis, Rabu (29/10).
Dia melanjutkan saat ini sudah ada beberapa daerah yang telah mengusulkan angka penetapan UMK yang selanjutnya akan direkomendasikan oleh bupati/wali kota dan disahkan Gubernur Jabar.
Apindo optimistis usulan UMK di semua wilayah Jabar akan rampung sebelum 1 November.
“Kami harap kabupaten/kota yang belum menetapkan usulan tidak mengintip terlebih dahulu penetapan UMP di DKI Jakarta, sebagai acuan mereka dalam penetapan upah,” ujarnya.
Dia menjelaskan kondisi tersebut selalu terjadi setiap tahun, di mana daerah selalu mengintip dulu penetapan UMP DKI Jakarta. Sehingga penetapan di daerah selalu molor karena UMK mereka khawatir terlalu besar.
Pihaknya juga mengusulkan agar kenaikan UMK tidak dilakukan setiap tahun karena akan menghambat peningkatan investasi.
“Kalau kenaikan UMK dilakukan setiap tahun maka akan memberatkan investor yang ada di Jabar,” ujarnya.
Dia menjelaskan kenaikkan UMK setiap tahun dapat mengakibatkan para investor menambah beban produksi karena harus berdaya saing dengan produk luar.
Akibatnya, investor lebih memilih berinvestasi ke daerah lain, di mana tenaga kerja memiliki produktivitas sama dengan upah yang lebih murah.
“Para investor seperti padat karya bisa jadi pindah ke luar daerah, bahkan luar negeri di antaranya ke Banglades dan Vietnam," jelasnya.
Dia menyarankan idealnya penetapan UMK dilakukan antara 2-3 tahun, sementara untuk menaikkan kesejahteraan pekerja dilakukan dengan insentif per bulan sesuai tingkat produktivitas.
"Hal ini bisa meminimalisasi para pekerja yang kurang produktif. Dampak positif lain meningkatkan kuantitas produksi pada perusahaan," ujarnya.
Secara terpisah, Kota Cirebon telah menetapkan usulan UMK sebesar Rp1.415.000.
UMK Kota Cirebon 2015 naik sebesar 15,36% dibanding UMK 2014 setelah perdebatan panjang antara perwakilan pengusaha dan perwakilan pekerja.
Didi Mulyadi, Bendahara Apindo Kota Cirebon mengatakan besaran UMK 2015 tergolong cukup memberatkan kalangan pengusaha mengingat masih banyak pengeluaran lain yang harus dikeluarkan pengusaha untuk karyawan.
"Biaya BPJS, prestasi kerja dan tunjangan hari raya juga harus dikeluarkan pengusaha," katanya.
Meski demikian, penetapan UMK 2015 tersebut merupakan jalan tengah yang diberikan Pemkot Cirebon.