Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Budi Daya Lidah Buaya Belum Optimal

Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak menilai pengembangan lidah buaya sebagai komoditi unggulan kota ini belum optimal guna meningkatkan nilai tambah.

Bisnis.com, PONTIANAK – Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak menilai pengembangan lidah buaya sebagai komoditi unggulan kota ini belum optimal guna meningkatkan nilai tambah.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Agribisnis Sri Mulyati mengatakan para pelaku usaha tanaman yang memiliki duri di pinggir pelepah itu masih tergantung dalam mendatangkan pengemasan dan label dari Jakarta.

“Para pelaku usaha UKM (usaha kecil menengah) masih mengandalkan pengemasan dari Jakarta. Biaya jadi lebih mahal mengirim lidah buaya atau mendatangkan kemasan dari Jakarta,” kata Sri Mulyati kepada Bisnis, Selasa (7/10/2014).

Sri menyatakan karena belum memiliki pabrik pengemasan di kota ini, hasil produk makanan, minuman dan kosmetik masih sebatas sebagai buah tangan khas dari Kalimantan Barat dan belum sampai komoditi andalan untuk diekspor.

Padahal, menurutnya, sejumlah negara seperti Hongkong, Taiwan, Malaysia dan konsumen lokal dalam negeri menyukai tanaman dengan nama latin aloe chinensis (produk makanan dan minuman) dan aloe barbadensis (kosmetik) itu.

“Kami dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan UKM sudah mengusulkan kepada Pemkot Pontianak, Pemprov Kalbar mendirikan pabrik pengemasan semua produk di sini. Tetapi belum ada lampu hijau,” ucapnya.

Kalau memiliki pabrik hasil akhir, lanjutnya, pihaknya optimistis dapat menggenjot nilai tambah dari beragam produk turunannya seiring dengan semakin meningkatnya produksi lidah buaya setiap tahun.

Berdasarkan data Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, produksi lidah buaya terus mengalami peningkatan dalam empat tahun belakangan ini.

Pada 2011 sebanyak 5.652 ton, meningkat menjadi 6.359 ton pada 2012. Kemudian pada 2013, meningkat lagi sebanyak 7.879 ton. Saat ini, luas lahan mencapai 84 hektare yang dikelola delapan kelompok tani atau sebanyak 57 petani.

“Produksi lidah buaya terus mengalami peningkatan tetapi kita sulit meningkatkan nilai ekspor. Setiap tahun mengalami penurunan.”

Sri menyebutkan nilai ekspor lidah buaya pada 2010 sebanyak 550 ton atau senilai US$825.000 turun menjadi 301 ton dengan nilai US$451.500 dan pada 2012, kembali turun hanya mampu mengekspor 124 ton atau senilai US$186.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper