Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GAPKINDO: Eksportir Sawit Perlu Waspadai Kontrak Baru

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) meminta eksportir berhati-hati atau mewaspadai kontrak baru di triwulan IV ini agar tidak merugi lebih besar dan bersama-sama membantu meningkatkan harga jual.
Tandan buah segar. /Bisnis.com
Tandan buah segar. /Bisnis.com

Bisnis.com, MEDAN - Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) meminta eksportir berhati-hati atau mewaspadai kontrak baru di triwulan IV ini agar tidak merugi lebih besar dan bersama-sama membantu meningkatkan harga jual.

"Imbauan untuk berhati-hati menandatangani kontrak baru itu sudah dikeluarkan DPP Gapkindo tertanggal 26 September 2014," kata Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Jumat (26/9/2014).

Menurut Edy, DPP Gapkindo menilai imbauan itu sangat penting setelah melihat fakta di lapangan bahwa sebagian eksportir anggota asosiasi itu melakukan kontrak dagang dengan harga di bawah US$1,5 per kg.

Sikap itu diduga karena pengusaha khawatir merugi lebih besar dengan melihat tren harga yang masih terus melemah.

Mengutip isi surat DPP Gapkindo yang ditandatangani Ketua Umum Daud Husni Bastari, Edy menyebutkan, imbauan itu juga mengacu pada adanya tendensi penurunan stok karet dunia serta proses gugur daun yang masih terus berlangsung.

Diharapkan dengan terjadinya penurunan stok, maka harga jual bisa naik.

DPP Gapkindo menilai dengan sikap kebersamaan anggota Gapkindo itu diharapkan upaya pelemahan harga karet dapat ditekan.

Surat DPP Gapkindo untuk para anggota melalui kantor cabang Gapkindo daerah tersebut ditembuskan antara lain ke Dirjen KPI Kemendag, Dirjen Daglu Kemendag dan Dirjen P2HP Kementan.

Edy menegaskan, di luar imbauan ke anggota, Gapkindo berharap Pemerintah bisa meniru langkah Vietnam yang membantu petani mempertahankan bahkan menambah luasan tanaman meski harga sedang anjlok.

Di Vietnam, daerah di sekitaran dataran tinggi sedang meningkatkan luas kebun karet dengan menggunakan teknologi maju dalam penanaman dan pemeliharaan.

Selain itu, Pemerintah Vietnam gencar mengusulkan dan membantu petani melakukan tumpangsari yang bisa meningkatkan pendapatan dan termasuk menyuburkan tanah.

"Harusnya langkah Vietnan itu bisa ditiru Indonesia. Jangan seperti dewasa ini yang justru membebani dengan berbagai kebijakan yang tidak berpihak, seperti pengenaan bea keluar hingga pajak pertambahan nilai (PPN),"katanya.

Gapkindo menyadari beratnya petani menghadapi harga yang anjlok terus dalam beberapa tahun terakhir, tetapi harusnya tanaman karet dipertahankan karena komoditas itu masih menjanjikan mengingat tetap menjadi kebutuhan dunia. Apalagi di Indonesia, 85% tanaman karet dikelola petani.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Wien Kusdiatmono, mengakui, devisa dari karet Sumut pada semester I turun 27,38% atau tinggal US$814,544 juta. Nilai ekspor karet yang turun itu bukan hanya pengaruh harga jual, tetapi juga dipicu penurunan volume ekspor.

Data menunjukkan volume ekspor karet anggota Gapkindo Sumut turun 7,64% dibanding periode sama tahun lalu atau tinggal 234.047.692 kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper