Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Ekspor Specialty Tea Belum Mampu Dipenuhi

Permintaan ekspor specialty tea saat ini sangat besar, namun kendala kualitas masih membuat petani belum mampu memenuhinya.

Bisnis.com, BANDUNG — Permintaan ekspor specialty tea saat ini sangat besar, namun kendala kualitas masih membuat petani belum mampu memenuhinya.

Ketua Forum Sertifikasi Teh Indonesia (FSTI) Iyus supriatna mengatakan cara produksi specialty tea memerlukan perawatan yang tidak mudah serta harus memiliki sertifikasi.

"Cara pengelolaannya berbeda dengan teh lain. Bahkan, specialty tea ini harus memenuhi sertifikasi internasional agar mampu diserap pasar," katanya kepada Bisnis, Minggu (14/9).

Dia mengaku saat ini petani dalam negeri masih memproduksi teh seadanya dengan peralatan tradisional. Hal ini akibat keterbatasan modal yang dimiliki petani sangat minim.

Menurutnya, kebun specialty tea ini harus memiliki pengairan yang bagus serta tidak tercampur oleh kebun teh lainnya.

“Tentunya untuk memproduksi specialty tea ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Apalagi, sekarang cuaca sangat mempengaruhi produksi teh,” ujarnya.

Dia menyebutkan harga specialty tea ini jauh lebih mahal dari teh biasanya yang mencapai Rp200.000-Rp300.000 per kilogram, dengan kontribusi terhadap produksi teh nasional mencapai 10%.

“Jika rata-rata produksi teh mencapai 600 kilogram per hektare, maka hanya 10% untuk jenis specialty tea,” katanya.

Oleh karena itu, katanya, jika Indonesia ingin mengekspor specialty lebih besar maka pemerintah harus melakukan berbagai upaya seperti memberikan insentif terhadap petani serta meningkatkan kualitas dengan sentuhan teknologi modern.

Selain itu, katanya, meningkatnya alih fungsi lahan membuat popularitas produk teh indonesia menjadi tenggelam.

Menurutnya, dalam 13 tahun terakhir tren produk teh di Jabar mengalami penurunan sekitar 55.000 ha, dan otomatis hal tersebut akan menurunkan produktivitas.

"Dari sekitar 150.000 ha luas areal perkebunan teh Jabar, kini yang tersisa hanya 95.000 ha saja akibat alih fungsi lahan di kawasan pegunungan Jabar," katanya.

Secara terpisah, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat telah melakukan kesepakatan bersama New Zealand dan Denmark terkait penyerapan teh di kedua negara itu.

Wakil Ketua Kadin Jabar Bidang Pemberdayaan Ekonomi dan Potensi Daerah Nana Mulyana mengatakan kesepakatan itu memberikan pembebasan biaya pajak selama enam bulan ke depan agar produk teh Indonesia bisa masuk ke dua negara tersebut.

“Produk teh terbaik itu banyak yang dihasilkan di Jabar dan ini belum dikenal luas oleh pasar internasional. Kami terakhir sudah menjalin kerja sama dengan New Zealand dan Denmark agar produk kita bisa masuk ke sana,” ujarnya.

Dengan adanya kesepakatan tersebut pula, lanjutnya, diharapkan mampu mendorong partisipasi pemerintah untuk meningkatkan kualitas produksi teh dalam negeri.

“Kami juga berharap dapat memberikan gambaran bahwa pemanfaatan teh saat ini bukan sebagai bahan penyegar minuman, tetapi dapat juga digunakan untuk kesehatan dan subtitusi bahan produk pangan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper