Bisnis.com, JAKARTA -- Kalangan pebisnis furnitur dan kerajinan mengaku belum siap menghadapi penerapan Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang akan dilaksanakan pada 2015 mendatang.
Asosiasi Mebel dan Kerajianan Rotan Indonesia (Amkri) menilai, penetapan standarisasi verifikasi legalitas kayu yang akan dimulai pada 2015 untuk produk furnitur dipastikan akan mengganjal kalangan IKM yang banyaknya berkisar 3.000.
Abdul Sobur, Sekjen Amkri, memaparkan, hingga saat ini baru ada sekitar 20% dari total 5.000 pebisnis yang sudah mendapatkan standarisasi ekspor tersebut.
“Kita lihat saja tahun depan rontok atau tidak industri ini, Rp40 juta itu tidak ringan untuk IKM. Saya hitung jika itu [SVLK] untuk IKM gratis saja paling hanya menghabiskan anggaran Rp200 miliar, kenapa tidak mau berkorban pemerintah,” tutur Sobur.
Sementara itu, Panggah Susanto, Dirjen Industri Agro Kemenperin, mengatakan rencana SVLK baik bagi industri furnitur dalam negeri, hal ini menunjukan pada dunia bahwa pengambilan kayu tidak sembarangan dan berkomitmen menjaga hutan lestari.
Dirinya mengakui, saat ini kalangan IKM mengalami kesulitan untuk memenuhi persyaratan izin ekspor ini, akibat dari biaya yang cukup tinggi.
“Harusnya ada prioritas dahulu, misalnya dari industri pengolah kayu. Karena pengrajin mengambil ke sana,” katanya.
Menghadapai implementasi SVLK, wajar jika beberapa kalangan industri mengalami kendala.
Akan tetapi, menurutnya, hal tersebut akan terselesaikan seiring berjalannya waktu.