Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REKAYASA GENETIKA: HKTI Desak Pemerintah Setujui Penggunaan Bioteknologi

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat mendesak pemerintah segera menyetujui penggunaan benih hasil rekayasa genetika atau bioteknologi oleh petani Jabar.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, BANDUNG -- Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat mendesak pemerintah segera menyetujui penggunaan benih hasil rekayasa genetika atau bioteknologi oleh petani Jabar.

Ketua HKTI Jabar Entang Sastraatmadja menyatakan saat ini seluruh petani di dalam negeri memang belum diperbolehkan menanam bioteknologi.

"Padahal produk bioteknologi dari luar negeri sudah banyak yang dikonsumsi masyarakat Indonesia melalui impor pangan dan komoditas jagung dan kedelai, kan aneh," kata Entang kepada Bisnis, Rabu (20/8/2014).

Menurutnya, peningkatan pendapatan dari hasil pertanian mutlak harus didukung dengan penggunaan teknologi dan inovasi, contohnya benih rekayasa genetika.

Hal itu disebabkan areal pertanian yang tersedia saat ini kebanyakan merupakan lahan marjinal atau suboptimal. Sementara di Jabar sendiri ketersediaan lahan subur semakin berkurang akibat konversi yang selalu terjadi setiap tahunnya.

"Pemerintah padahal selalu menyatakan bahwa kesejahteraan petani dan kemandirian pangan merupakan harga mati, tapi konsep itu tak terlihat dari regulasi yang mereka buat," tutur Entang.

Pertimbangan dalam memilih benih atau tanaman apa yang dapat ditanam petani guna meningkatkan kesejahteraan, menurutnya merupakan hak petani.

“Oleh karena itu kami menunggu agar diberikan kesempatan menggunakan teknologi pertanian termutakhir, dalam hal ini teknologi perbenihan yang ada pada tanaman bioteknologi,” katanya.

Laju konversi lahan yang dua kali lebih cepat dibanding pencetakan sawah baru per tahun membuat lahan pertanian Indonesia yang tinggal 8,1 juta hektare terancam habis pada 2150.

Selain itu, HKTI menilai Jabar merupakan wilayah yang sulit untuk mencetak sawah baru karena ketiadaan lahan basah seperti rawa dan hutan yang merupakan lahan paling mudah untuk dicetak menjadi sawah baru.

Entang menyatakan dalam upaya membuat sawah baru atau memperluas lahan sawah, pemerintah harus membuat lahan tersebut mendapat pasokan air dengan stabil tidak lagi hanya mengandalkan hujan.

"Mengelola sawah memang membutuhkan pengairan yang stabil, tidak hanya bisa mengandalkan hujan. Sementara lahan atau ladang yang ada sebagian besar merupakan sawah tadah hujan," kata Entang.

Entang mengatakan yang paling mungkin untuk dilakukan saat ini adalah memperluas lahan sawah dengan alih fungsi lahan kering atau ladang melalui inovasi pengairan atau pembangunan saranan pengairan permanen.

“Kalau sudah ada airnya, maka tinggal membuat pematang sawah untuk menampung air,” kata Entang.

Sejak 2013 telah tercetak 500 hektare lahan pertanian baru di Jabar, sedangkan pada 2014 Pemprov Jabar menargetkan dapat mencetak 17.000 hektare sawah.

Pemprov Jabar sendiri melalui Dinas Pertanian menargetkan luas lahan pertanian pada 2018 dapat mencapai 1 juta hektare dan menambah produksi padi sebesar 1,2 juta ton.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper