Bisnis.com, BANDUNG -- Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) menilai dalam menghadapi Masyatakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, kawasan berikat harus didesain ulang agar efektif dalam menjadi fasilitator bagi industri dalam negeri.
Ketua APKB Ade Riphat Sudrakat menyatakan selama ini keberadaan kawasan berikat tidak berorientasi kepada keuntungan bisnis secara besar. Melainkan untuk menjadi fasilitator industri dalam negeri agar memiliki daya saing dengan produksi luar negeri.
Dia mengungkapkan kondisi ekonomi global yang belum stabil meningkatkan risiko barang impor yang tidak seharusnya masuk ke pasar dalam negeri merembes ke pasar domestik.
"Hal tersebut dapat menggerus pasar industri dalam negeri," kata Ade kepada Bisnis, Rabu (20/8/2014).
Produk impor yang diolah di kawasan berikat tidak dikenai bea masuk dan pajak impor yang meliputi PPN dan PPH Pasal 22 pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Kawasan Berikat.
Hal tersebut dikatakan Ade meningkatkan risiko rembesan produk impor ke pasar domestik juga dapat menggerus penerimaan negara karena produk tersebut tidak membayar pajak.
Ade menuturkan pada 20 tahun lalu, kawasan berikat berfungsi untuk mengarahkan orientasi pabrik dan industri pada ekspor, karena waktu itu terdapat kebijakan bebas pajak.
"Pajak hanya diberlakukan bagi produk dari kawasan tersebut yang diperuntukan bagi pasar dalam negeri. Namun, saat ini tren internasional free trade area mengarahkan perdagangan menjadi bebas bea," kata Ade.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat meminta pemerintah memaksimalkan kawasan berikat di kawasan itu guna memangkas biaya produksi industri.
Ketua Apindo Jabar Dedy Widjaja mengatakan selama ini pemerintah kurang melakukan sosialisasi terhadap pengusaha mengenai fasilitas yang cukup menguntungkan bagi industri.
“Kawasan berikat cukup menolong industri yang selama ini banyak tercecer di beberapa kawasan dengan sendirian. Keberadaan mereka banyak yang merugi akibat tidak kuat dengan biaya produksi yang terus membengkak,” ujarnya.
Dia menjelaskan keberadaan kawasan berikat bisa dioptimalisasikan sebagai kawasan produksi dengan biaya yang relatif rendah.
Menurutnya, karena barang yang masuk ke kawasan berikat tidak untuk dipasarkan melainkan sebagai bahan baku serta penunjang produksi.
“Keberadaan kawasan berikat ini sebenarnya tidak mengganggu sektor hilir yang selama ini memasarkan produk. Industri di kawasan itu selama ini cenderung melakukan produksi lalu diekspor kembali ke luar sebelum dipasarkan,” katanya.
Selain itu, katanya, keberadaan kawasan berikat mampu dimanfaatkan untuk gudang impor barang di Tanjung Priok. Sehingga, lanjutnya, aktivitas bongkar muat di kawasan tersebut bisa berjalan dengan lancar.
“Selama ini kawasan Tanjung Priok sudah overload, sehingga jika barang terlebih dulu masuk ke kawasan berikat akan mengefisienkan waktu. Karena lalu lintas barang bisa diatur antara barang yang masuk dulu ke kawasan berikat serta barang yang langsung didistribusikan ke masyarakat,” katanya.
Apindo menyatakan kesanggupannya untuk membantu pemerintah melakukan sosialisasi agar industri yang tercecer saat ini mampu masuk ke kawasan berikat.
“Kami siap membantu pemerintah untuk melakukan sosialisasi agar industri yang berjalan sendirian dapat masuk kawasan berikat,” ujarnya.