Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Keinsinyuran: Daya Saing Insinyur Indonesia Sangat Tertinggal

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menyatakan Indonesia perlu kerja keras dan mengejar ketertinggalan dalam membangun kompetensi keinsinyuran menghadapi pasar terbuka Asean.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, TANGERANG -- Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menyatakan Indonesia perlu kerja keras dan mengejar ketertinggalan dalam membangun kompetensi keinsinyuran menghadapi pasar terbuka Asean.

"Kita punya waktu 2 tahun untuk mempersiapkan transisi," jelas Bobby Gafur Umar kepada Bisnis, di Tangerang, Rabu (13/8/2014).

Menurutnya saat ini pasar Indonesia yang sangat besar hanya menjadi assembling, sementara para insinyur yang memiliki kompetensi belum banyak mendapatkan pengakuan bahkan untuk tingkat Asean.

Minimnya minat rekayasa ini menurut Bobby juga tampak dari 700.000 insinyur yang ada saat ini, setengahnya tidak lagi berada dalam dunia keinsinyuran.

Padahal saat ini untuk menjalankan seluruh proyek yang ada di Indonesia, setidaknya dibutuhkan 1,5 juta insinyur.

"Untuk itu ini menjadi PR bagi pemerintahan mendatang," jelasnya.

Sebelumnya, berdasarkan catatan PII saat ini jumlah tenaga ahli dari Indonesia yang diakui di level Asia Tenggara hanya 124 orang.

Untuk itu setelah pasar Asean terbuka, ekspansi bisnis dari para Insinyur Indonesia ke luar ataupun agar pasar lokal tidak direbut oleh insinyur asing menjadi pekerjaan yang juga mendesak.

"Bagaimana pun Pasar Bebas tidak akan dapat dielakkan, tinggal bagaimana kita siap bersaing atau tidak," jelasnya.

Selain sarjana yang sudah ada, berdasarkan catatan PII minat untuk menjadi insinyur di Indonesia juga masih sangat rendah.

Dari 1 juta penduduk, Sarjana Teknik yang dihasilkan hanya 164 orang jauh tertinggal dengan Malaysia di mana jumlah sarjana yang dihasilkan mencapai 325 orang.

"Bahkan saat ini kita untuk teknologi yang sederhana seperti pupuk saja harus impor," jelasnya.

Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tatang A. Taufik menyatakan dengan adanya Undang-undang keinsinyuran maka nasib para peneliti di BPPT dapat lebih terperhatikan.

Saat ini jumlah peneliti di BPPT mencapai 2.300 perekayasa.

"Kita harapkan para insinyur kita menjadi perekayasa yang profesional, dan ada pengakuan yang sama di level Asia Pasifik" jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper