Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) membolehkan sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta Pusat menjual solar bersubsidi untuk mengatasi persoalan angkutan umum yang tidak boleh keluar dari trayek.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan terdapat peraturan yang melarang angkutan umum keluar dari trayek yang telah ditentukan. Persoalan tersebut membuat pemerintah dan Pertamina menunjuk sejumlah SPBU di Jakarta Pusat menjual solar bersubsidi.
“SPBU di Jakarta Pusat tetap dilarang [menjual solar bersubsidi], tapi akan ada SPBU yang melayani angkutan publik,” katanya seperti dikutip Bisnis, Senin (11/8/2014).
Langkah tersebut diambil mengingat angkutan publik merupakan salah satu pihak yang berhak membeli solar bersubsidi. Selain itu, Sommeng menjelaskan kebutuhan subsidi angkutan umum seperti Kopaja tidak akan banyak.
“Berdasaran laporan Organda, angkutan umum seperti Kopaja itu paling 100 liter per hari per angkutan,” ujarnya.
Lebih jauh, dia menjelaskan turunnya konsumsi BBM bersubsidi setelah penerapan pengendalian. Misalnya di Sumatra bagan selatan, masyarakat memiliki kesadaran bahwa BBM memiliki harga yang mahal.
Dampaknya, konsumsi BBM nonsubsidi mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan penjualan BBM bersubsidi. Menurutnya, konsumsi solar di daerah tersebut turun pada kisaran angka 5%.
Sementara itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo ingin meluruskan penggunaan istilah pembatasan BBM. Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah saat ini bukanlah pembatasan melainkan pengendalian BBM.
“Tujuannnya agar BBM masih tersedia sampai 31 Desember,” ujarnya.
Sesuai surat edaran BPH Migas Nomor 937/07/KaBPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014, PT Pertamina (Persero) sebagai salah satu badan usaha penyalur BBM bersubsidi, akan mulai mengimplementasikan pembatasan BBM bersubsidi, khususnya Solar sejak 1 Agustus 2014.
Sebagai salah satu badan usaha penyalur, Pertamina menjalankan kebijakan tersebut yang dimulai pada 1 Agustus 2014 di mana seluruh SPBU di Jakarta Pusat tidak lagi menjual Solar bersubsidi.
Kemudian mulai 4 Agustus 2014, waktu penjualan Solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00 untuk cluster tertentu.
Penentuan cluster tersebut difokuskan untuk kawasan industri, pertambangan, perkebunan dan wilayah-wilayah yang dekat dengan pelabuhan dimana rawan penyalahgunaan solar bersubsidi.
Sementara itu, SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik, tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar. Untuk wilayah-wilayah yang sudah menerapkan pembatasan ataupun pengaturan waktu seperti Batam, Bangka Belitung serta sebagian besar wilayah Kalimantan tetap akan menerapkan aturan sesuai yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Tidak hanya Solar di sektor transportasi, sejak tanggal 4 Agustus 2014, alokasi Solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20% dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30GT.
Selanjutnya, terhitung sejak tanggal 6 Agustus 2014, seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol tidak akan menjual premium bersubsidi, namun hanya menjual Pertamax series. Sampai saat ini total jumlah SPBU di jalan tol mencapai 29 unit.
Dari jumlah tersebut, 27 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region III (Jawa bagian Barat) dan 2 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region V (Jawa Timur).