Bisnis.com, JAKARTA – Kajian dan peta jalan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang ditargetkan rampung 10 Oktober 2014 semakin mendekati titik terang.
Pasalnya, BPN yang kajiannya menjadi salah satu aksi dari 116 aksi penuntasan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II tersebut terpisah dari Kementerian Keuangan.
Dirjen Pajak A. Fuad Rahmany mengatakan walaupun terpisah dari Kemenkeu, badan administrasi perpajakan – sebutan untuk BPN masih tetap berada di bawah berkoordinasi Menteri Keuangan dengan alasan pendapatan negara masih menjadi kewenangannya sesuai dengan undang-undang.
“Ini agak berbeda ya. Orang selama ini bilang berada di bawah presiden langsung, tapi harusnya lebih baik di bawah Menkeu karena dia yang pegang APBN. Jadi, penerimaan dan pengeluaran itu Menkeu yang mengelola. Enggak bisa dong jalan sendiri,” ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Sabtu (9/8/20104).
Walaupun masih koordinasi dengan Menkeu, anggaran dari BPN terpisah dari anggaran Kemenkeu yang selama ini terjadi. Dengan demikian, lanjut dia, keluwesan pemakaian anggaran untuk memaksimalkan penerimaan pajak dapat dengan mudah dilakukan.
Dengan model seperti itu, Fuad menegaskan akan ada pula fleksibilitas dalam penambahan sumber daya manusia untuk proses ekstensifikasi karena selama ini terkekang oleh birokrasi yang cenderung lama dan rumit saat DJP berada di bawah kemenkeu.
Selain itu, pegawai yang ada dalam badan administrasi perpajakan tidak akan masuk dalam jajaran pegawai negeri sipil (PNS). Dengan model pengelolaan seperti swasta, organisasi akan lebih dinamis karena menggunakan sistem kompetensi dan kinerja pegawai.
Fuad mengeluhkan selama ini dia tidak bisa berbuat banyak jika ada pegawai pajak yang tidak menunjukkan kinerja yang baik. “PNS di Indonesia itu sangat protektif, terlalu dilindungi sama undang-undang. Dia tidak bisa dipecat begitu saja padahal kinerjanya tidak bagus. Ini inti persoalannya.”