Bisnis.com, JAKARTA--Sejalan dengan pengetatan fiskal maupun moneter yang berimbas semakin lambatnya laju pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat pada kuartal II/2014 pun ikut berbalik menurun setelah pada kuartal sebelumnya mengalami peningkatan.
Kondisi tersebut tercermin dari variabel tingkat konsumsi bahan makanan, makanan jadi di restoran/rumah makan, dan bukan makanan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dalam data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis kemarin (5/8) berada pada level 108,54 atau mengalami penurunan 3,95 poin dari kuartal sebelumnya 112,49.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan walaupun secara total kondisi ekonomi konsumen meningkat yang ditunjukkan dengan peningkatan ITK sebesar 0,73 poin di level 110,76, pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi menggerus pendapatan rumah tangga.
“Ya artinya untuk pengeluaran yang tidak pokok dipending oleh konsumen. Juni pun belum ada imbas persiapan Lebaran. Secara ekonomi, itu menunjukkan adanya penurunan daya beli konsumen,” ujarnya, Selasa (5/8/2014).
Variabel pendapatan rumah tangga kuartal II/2014 memang meningkat 1,89 poin dari 108,83 pada kuartal I menjadi 110,72. Namun, kenaikan tersebut kalah tinggi dari variabel pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi yang mengalami kenaikan 2,18 poin.
Enny mengatakan dengan kondisi tersebut, masyarakat akan cenderung memilih memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dari pada kebutuhan tersier. Dia menduga penurunan terbesar pada jenis konsumsi bukan makanan seperti pakaian, perumahan, transportasi, dan rekreasi.
Penurunan daya beli masyarakat tersebut juga terlihat dari laju penjualan eceran yang kian melambat. Beberapa waktu lalu Bank Indonesia merilis pertumbuhan penjualan eceran melambat, tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) sebesar 15% (yoy) pada Mei 2014, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 15,9% (yoy).
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs sebelumnya mengungkapkan perlambatan tersebut didorong oleh menurunnya kinerja penjualan riil kelompok barang budaya dan rekreasi yang mengalami kontraksi sebesar 11% (yoy), lalu diikuti dengan kelompok makanan, minuman dan tembakau dari 20,7% menjadi 17,7% (yoy).
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih juga menyatakan penurunan daya beli masyarakat memang imbas dari tren pengetatan moneter yang masih terjadi. Peningkatan pendapatan secara nominal tidak cukup mampu mendongkrak pendapatan secara riil.
“Ditambah lagi pada kuartal II ada tren pelemahan rupiah,” ujar Lana.
Lana menambahkan walaupun di kuartal II harga beberapa bahan makanan mengalami penurunan, namun inflasi masih tetap ada. Sebelumnya BPS merilis data inflasi Juli 2014 mencapai 0,93% atau tertinggi dalam enam bulan terakhir.