Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONSENTRAT MINERAL: Bea Keluar Turun, Neraca Perdagangan Surplus

Pemerintah mengklaim penurunan bea keluar konsentrat mineral hingga 7,5% bagi pengusaha yang menunjukkan kesungguhan pembangunan smelter akan membuat neraca perdagangan pada Agustus 2014 kembali surplus.
Ilustrasi: Smelter
Ilustrasi: Smelter

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah mengklaim penurunan bea keluar konsentrat mineral hingga 7,5% bagi pengusaha yang menunjukkan kesungguhan pembangunan smelter akan membuat neraca perdagangan pada Agustus 2014 kembali surplus bahkan bisa menurunkan defisit hingga akhir tahun.

Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan efek perbaikan neraca dikarenakan sudah banyak konsentrat mineral siap untuk diekspor yang saat menumpuk di gudang.

“Setahun bisa capai US$5,3 milar, ya setengah tahun [mulai Agustus] kira-kira bisa US$2,5 miliar bisa nurunin defisit dalam neraca perdagangan,” ujarnya

Data resmi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin menunjukkan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2014 mengalami defisit senilai US$0,30 miliar karena sektor migas mengalami defisit senilai US$0,60 miliar walau sektor nonmigas mengalami surplus US$0,30 miliar.

Tak bisa dipungkiri, defisit neraca perdagangan selama ini selalu dikarenakan adanya tren defisit sektor migas. Dari Januari-Desember 2013, sektor migas mengalami defisit US$12,64 miliar. Sementara, Januari-Juni 2014, defisit neraca perdagangan sektor migas sudah mencapai US$6,12 miliar.

Dengan adanya peningkatan dari ekspor nonmigas lewat dampak penurunan bea keluar konsentrat mineral diyakini akan bisa menutup defisit yang terjadi di sektor migas tersebut.

Chatib menegaskan jika diterapkan bea keluar 25%, tidak ada laju ekspor yang pada gilirannya berimbas tidak adanya pendapatan nasional.

Dengan penerapan bea keluar 7,5% akan memicu ekspor yang tentunya sejalan dengan adanya penambahan pendapatan hasil ekspor.

“Walaupun tujuan bea keluar bukan itu, tapi paling tidak ada esktra [tambahan pendapatan].”

Imbas dari penurunan bea keluar, lanjut dia, yang terpenting mampu menstimulus pembangunan smelter. Ia menyayangkan dari 2009 hingga pertengahan 2014 tidak ada pembangunan smelter walaupun peraturan sudah keluar.

“Makanya saya enggak mau itu terulang, pokoknya sampai dia bangun baru. Bea keluar itu dibuat agar perusahaan dipaksa bangun smelter, ada perusahaan yang tidak mau makanya dia kemudian memilih arbitrase,” kata Chatib.

Bagi perusahan yang akan membangun smelter, lanjut Chatib, harus membayar uang jaminan kesungguhan US$115 juta tiap perusahaan. Menurutnya, sudah ada tiga perusahaan yang siap membangun smelter. Sayangnya dia tidak mau menjelaskan detil tiga perusahaan tersebut.

“Kita harus cari di tingkat mana perusahaan bisa ekspor, tetapi revenue-nya juga jangan sampai diturunin terus dia enggak bangun lagi smelternya. Jadi dicari tengah-tengahnya. Jadi akhirnya dibuat cara, diturunkan sampai level di mana dia bisa ekspor, tetapi masih ada ruang di mana kita lihat progresnya.”

Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, bea keluar ekspor konsentrat dibagi tiga tahapan yakni bila progres pembangunan smelter 0-7,5% maka bea keluar yang dibayarkan sejumlah 7,5%, kemudian bila progres pembangunan smelter telah mencapai 7,5%-30% maka bea keluar turun menjadi 5%.

Sementara, ketika progres lebih dari 30% maka bea keluar menjadi 0%.

Menurutnya, tidak ada yang salah dengan ekspor sumber daya alam.

Namun, dia menyayangkan kondisi tersebut tidak dibarengi dengan proses investasi seperti pembangunan smelter layaknya negara-negara berkembang lainnya yang selalu memulai ekspor dari barang mentah. “Di sini [Indonesia] proses itu yang enggak dilakukan. Diekspor aja terus-terusan.”

Chatib mencontohkan Finlandia yang memiliki ekspor kayu.

Pemerintah Finlandia melihat untuk memotong kayu tidak terlalu efisien jika memakai tangan, sehingga mereka membangun pabrik gergaji besi.

Namun, karena tidak menginginkan selalu impor bahan untuk gergaji mesin, mereka membangun pabrik besi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper