Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Realisasi Investasi Tak Mampu Dongkrak Penyerapan Tenaga Kerja

Realisasi investasi semester I/2014 yang mencapai Rp222,8 triliun atau mengalami pertumbuhan 15,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya tak mampu dongkrak besarnya penyerapan tenaga kerja.
Pekertja pabrik tekstil/JIBI
Pekertja pabrik tekstil/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA – Realisasi investasi semester I/2014 yang mencapai Rp222,8 triliun atau mengalami pertumbuhan 15,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya tak mampu dongkrak besarnya penyerapan tenaga kerja.

Penyerapan tenaga kerja tercatat 610.959 orang atau turun 38% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 988.300 orang.

Ekonom Universitas Indonesia Ari A. Perdana mengatakan besaran investasi yang masuk cenderung merupakan investasi padat modal, sehingga tidak mampu menyerap angkatan kerja yang ada.

“Investasi yang meningkat bukan berada pada sektor yang padat karya, entah itu investasi baru maupun perluasan,” ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (3/8).

Data resmi yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum lama ini menunjukkan realisasi investasi terbesar PMDN kuartal II/2014 berada pada bidang usaha listrik, gas, dan air, yakni senilai Rp17,1 triliun dengan total 24 proyek. Sementara, bidang usaha industri makanan berada di urutan kedua senilai Rp4,9 triliun dengan total 120 proyek.

Di sisi lain, untuk PMA, bidang usaha transportasi, gudang, dan telekomunikasi meraup investasi terbesar senilai US$1,4 miliar dengan total 68 proyek. Sama seperti PMDN, industri makanan memiliki total proyek terbanyak yakni 271 proyek dengan nilai investasi US$1,2 miliar.

Ari mengungkapkan daya saing pekerja Indonesia yang melemah menyebabkan investor cenderung memilih bidang usaha yang jauh dari prinsip padat karya. Menurutnya, industri makanan juga tidak terlalu banyak membantu penyerapan tenaga kerja.

Ekonom yang juga peneliti Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) itu menyatakan kebijakan tenaga kerja di Indonesia tidak cukup menarik bagi investor. Pasalnya, dengan upah yang cenderung naik tidak diikuti dengan daya saing dalam sisi produktivitas pekerja.

“Produktivitas stagnan, upah semakin tinggi. Ini yang menjadi salah satu alasan padat karya kurang menarik. Apalagi kebijakan di daerah, terkadang memberatkan investor,” kata Ari.

Berdasar aspek pendidikan, data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2014 menunjukkan pekerja yang tamat sekolah dasar ke bawah sebanyak 55,31 juta orang atau 46,8% dari total penduduk yang bekerja. Tamatan universitas hanya 8,85 juta orang. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka per Februari 2014 mencapai 7,2 juta orang.

Dengan semakin derasnya investasi dalam sektor-sektor padat modal. Ari mengatakan ada potensi bahaya pelebaran tingkat ketimpangan yang ada di Indonesia. Seperti diketahui, ketimpangan kesejahteraan Indonesia selalu melebar dengan adanya tren peningkatan rasio gini sejak 2009 dari 0,37 hingga menyentuh angka 0,413 pada 2013.

Dengan demikian, lanjut dia, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan investasi standar yang selama ini berada di lingkaran padat modal. Ekonom Institute For Development Of Economics And Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan investasi di bidang industri manufaktur dan pengolahan perlu digenjot.

“Selama ini [investasi] yang masuk capital intensif padat modal. Kinerja industri pengolahan turun yang ada turun menyebabkan investasi turun juga. Ini problem sangat krusial walaupun investasi terus meningkat,” tutur Enny. 

Menurutnya, selama ini investor cenderung tertarik dengan industri otomotif dan elektronika karena pasar yang besar di Indonesia. Padahal, sektor tersebut bertumpu pada impor. Alhasil berimbas pada defisit neraca perdagangan nasional.

Sebelumnya, Kepala BKPM Mahendra Siregar mengatakan kondisi iklim ketenagakerjaan saat ini memang belum membaik. Meskipun demikian, pemerintah berjanji akan terus memperbaiki kondisi tersebut, terutama terkait sistem pengupahan.

Dia mengatakan, “Kami belum dapat menerapkan sistem upah yang mengaitkan dengan peningkatan produktivitas. Apabila hal itu belum dilakukan, maka tren penyerapan tenaga kerja dari investasi bakal kian tipis.”

Mahendra mengaku pemerintah tidak dapat mengerem investasi yang masuk, baik investasi padat modal maupun padat karya. Pasalnya, kedua jenis investasi tersebut sangat dibutuhkan bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Masuknya investasi padat modal, sambungnya, membuat industri dalam negeri menjadi lebih berteknologi, terutama untuk memproduksi bahan baku. Begitu juga dengan padat karya, dimana memberikan kesempatan kerja bagi warga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper