Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia siap menjalankan protokol manajemen krisis jika terjadi gejolak di pasar keuangan pasca-Pilpres 9 Juli.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan protokol ini memuat kesepakatan pembagian tugas di antara lembaga negara yang tergabung dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) jika menghadapi krisis di pasar keuangan.
Menurutnya, bagian dari kerangka rencana kontingensi ini sudah menjadi praktik terbaik (best practice) bank sentral di seluruh dunia, termasuk BI.
“Perlu saya garis bawahi, CMP (crisis management protocol) ini tidak hanya disiapkan untuk Pilpres, tetapi untuk segala situasi,” jelasnya, Rabu (9/7/2014).
Protokol itu pun memuat ambang batas pergerakan di pasar finansial, seperti nilai tukar rupiah, imbal hasil surat utang negara, dan indeks harga saham gabungan (IHSG), dan apa yang perlu dilakukan otoritas untuk meresponsnya.
Sepanjang masa kampanye, IHSG berfluktuasi hingga sempat meninggalkan level 4.900 karena faktor ketidakpastian yang tinggi seiring ketatnya persaingan dua kandidat capres yang dapat memicu konflik sewaktu-waktu.
Demikian pula dengan rupiah yang sempat menggapai Rp11.400-Rp11.500 per dolar AS pada Maret-April, melemah hingga mendekati Rp12.000 per dolar AS.