Bisnis.com, JAKARTA--Presiden dan wakil presiden masa kepemimpinan 2014-2019 sebaiknya tidak berorientasi kepada proyek tetapi lebih kepada pemberdayaan masyarakat.
Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia (The Housing and Urban Development Institute) Zulfi Syarif Koto menyayangkan visi dan misi capres-cawapres 2014 tentang Rumah Rakyat yang berujung pada orientasi proyek.
“Visi-misi mereka kontennya bagus, tetapi yang harus digarisbawahi adalah pemberdayaan masyarakatnya,” katanya kepada Bisnis, Selasa (1/7/2014).
Zulfi menjelaskan masyarakat harus mampu mengakses dengan baik tiga sumber daya kunci yaitu tanah, infrastruktur dan bahan bangunan yang harganya kian melambung tinggi.
“Jika hanya proyek yang dibangun tetapi masyarakat tidak dapat menjangkau karena tingginya harga, maka hal tersebut tiada guna,” ujarnya.
Tim sukses (timses) capres-cawapres dengan nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Drajat Wibowo menyebutkan lima visi dan misi yang diusung kandidatnya pada Talkshow Capres Bicara Rumah Rakyat di Jakarta, Senin (30/6/2014).
Kelima visi yang berorientasi pada pembangunan proyek tersebut yakni pertama, Indonesia akan mempunyai properti bonanza dan infrastruktur dalam 5 tahun ke depan.
Kedua, membangun 1 juta rumah dengan 2.000 tower yang berkapasitas 500 unit per tower , ketiga, mendorong pembangunan rumah vertikal bukan landed house dengan tujuan penghematan infrastruktur dan efisiensi lahan.
Keempat, Pembangunan infratruktur dasar dengan anggaran Rp1.400 triliun dalam 5 tahun ke depan, kelima, pembangunan 4.000 km jalan kereta api dan (vi) pembangunan pusat pertumbuhan special economic zone .
Dalam kesempatan yang sama, timses pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-Jk) Enggartiasto Lukita didampingi Setyo Maharso tidak banyak mengumbar janji dalam visi dan misi kandidat yang mereka usung.
Mantan Ketua Umum REI periode 1992-1995 tersebut mengaku kandidat capres-cawapresnya akan mengabdi pada pembangunan perumahan rakyat menengah-ke bawah dengan melakukan pembangunan mix bukan hanya rumah susun dan rumah tapak melainkan rumah deret.
Satu kubu dengan Enggar, Setyo Maharso juga membahas salah satu program Jokowi-Jk untuk membangun kondominium warga asing di Indonesia yang dinilai jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di negara lain di Asia.
“Kalaupun sekarang ada kondominium warga asing di Indonesia, itu berada di grey area yang ilegal. Hal tersebut justru menyusahkan pemerintah,” tandasnya.
Setyo menambahkan, program Jokowi-JK untuk 5 tahun ke depan yaitu membangun kondominium warga asing dengan luas di atas 200 m yang terdiri dari 3 kamar seharga Rp2,5 miliar ke atas.
Namun poin terakhir ini, menurut Zulfi, harus ada regulasi subsidi silang yang besar dengan membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa) atau rumah susun sederhana milik (rusunami) di kawasan tersebut.
“Kewajiban lainnya adalah para warga asing harus ada regulasi menggunakan SDM warga Indonesia dalam urusan pemakaian supir dan pembantu rumah tangga dengan tujuan pemberdayaan masyarakat sekitar,” pungkasnya.