Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis.com, JAKARTA—Kembali melemahnya nilai tukar rupiah, bahkan sempat menembus kisaran level Rp12.000/dolar AS pekan lalu, telak menghantam para importir meski mereka mengaku telah menyiapkan strategi untuk meminimalisir tekanan tersebut.

 

Sekjen Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Achmad Ridwan Tento mengakui tren depresiasi akhir-akhir ini menghembuskan suasana stress di kalangan importir. Hal yang sama seperti yang mereka rasakan pada awal tahun, jelang pemilihan legislatif.

 

“Strategi kami akan sama. Kami akan menunda dulu pembukaan kontrak baru, karena kami ingin kepastian di mana posisi dolarnya. Tentunya kami ingin menunggu dolar kembali normal ke nilai sebelumnya,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (22/6/2014).

 

Membuka kontrak impor baru di tengah kondisi rupiah yang sedang melemah, kata Ridwan, akan sangat rentan merugikan importir, apalagi jika tidak lama setelahnya mata uang Garuda kembali menguat di luar dugaan.

 

“Strateginya itu, kami menunggu. Misalnya kondisi dolar sudah cukup stabil, mau tidak mau kami harus kembali membuka kontrak karena kami harus mengimpor lagi. Namun, kami para importir memiliki keyakinan setelah Pilpres nanti, dolar pasti akan turun lagi.”

 

Teknik wait and see tersebut, bagaimanapun, hanya efektif diterapkan bagi para importir umum. Ridwan menjelaskan industri manufaktur yang membutuhkan bahan baku dari luar negeri cenderung tidak dapat menghindar dari tekanan depresiasi.

 

“Manufaktur yang paling rentan, karena pabrik kan harus jalan terus. Mau tidak mau, bahan baku harus masuk terus. Namun, beda dengan importir umum yang kontraknya hanya beberapa bulan, mereka sudah ada kontrak tahunan dan sudah hedging,” imbuhnya.

 

Selain itu, importir yang paling rentan terhadap serangan depresiasi adalah mereka yang bergerak di sektor konstruksi atau perproyekan. “Di tendernya mungkin menggunakan nilai dolar yang hanya Rp11.000. Ini rentan sekali. Merek tidak bisa pakai sistem wait and see, karena proyek tidak bisa ditunda.”

 

Dia menambahkan pelemahan nilai tukar juga akan memberatkan konsumen, karena importir pasti akan membebankan penyesuaian biaya dengan menaikkan harga kepada pembeli terakhir (end user).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper