Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KETAHANAN PANGAN: Akurasi Data BPS dan Kementerian Pertanian Dipertanyakan

Pakar pangan mengkritisi akurasi data realisasi produksi pangan yang dihimpun oleh BPS bersama Kementerian Pertanian karena dinilai tidak sesuai fakta di lapangan.
BPS harus jauh dari intervensi politik. /bisnis.com
BPS harus jauh dari intervensi politik. /bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar pangan mengkritisi akurasi data realisasi produksi pangan yang dihimpun oleh BPS bersama Kementerian Pertanian karena dinilai tidak sesuai fakta di lapangan.

Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori menilai, sejumlah alat pengumpulan data dan metode konversi yang dianut BPS sebagai penyedia data statistik dasar pertanian sudah usang.

"Di sisi hulu, konversi gabah kering panen (GKP) menjadi gabah kering giling (GKG) sebesar 86,02% yang kemudian menjadi beras dengan angka rendemen 62,74% perlu dilacak asal-usul dan kemutakhirannya," ujarnya, Selasa (17/6/2014).

Khudori mengungkapkan di sisi hilir atau konsumsi, asumsi konsumsi beras per kapita nasional sebesar 139,15 kg yang digunakan sejak 2005 juga masih misterius dan lebih merupakan kesepakatan politik.

Pasalnya, pada 2012 Badan Ketahanan Pangan sudah memperbarui tingkat konsumsi beras menjadi 113 kg/kapita/tahun, namun tidak pernah digunakan.

Hal inilah yang membuat masyarakat menjadi bingung dan meragukan kesahihan data yang dilansir baik oleh BPS maupun Kementan. Logikanya, kata Khudori, apabila pemerintah sudah berani mengatakan produksi beras surplus hingga 10% dibanding kebutuhan, maka impor tidak dibutuhkan.

Namun nyatanya, Indonesia masih melakukan impor sebesar 400.000 ton pada tahun lalu dan 1,9 juta ton pada 2012. "Ada dua kemungkinan kenapa impor tetap besar. Ada yang mencari untung dari lisensi karena selisih beras impor Rp1.000/kg, atau data BPS tidak benar. Artinya, kita tidak pernah surplus beras, tapi defisit" tuturnya.

Untuk itu, Khudori menghimbau kepada pemerintah untuk segera membenahi metode pengumpulan data dan memperingatkan BPS agar benar bersih dari intervensi politik. Sebab, dia menemukan fakta bahwa setiap 5 tahun atau masa pemilihan umum, data produksi padi selalu melonjak secara mencolok atau di luar ambang batas kewajaran dibanding tahun sebelum dan sesudahnya.

Kejadian ini dia temukan seperti pada 2004 dan 2009. "BPS harus jauh dari intervensi politik. Sebab kalau data tidak reliable dan sahih, pasti perencanaan kebijakan melenceng dan masyarakat yang dirugikan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arys Aditya
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper