Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian akan mendisiplinkan pembeli atau pengepul biji kakao sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pertanian 67/2014.
Pendisiplinan itu terkait dengan salah satu poin penting tentang persyaratan mutu yang tertuang dalam beleid, yang menyatakan bahwa biji kakao harus difermentasi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) sebelum dipasarkan.
"Kemarin off-taker yang mau membeli biji kakao rakyat itu saya marahin, karena harga yang difermentasi dengan harga nonfermentasi bedanya kecil," kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heryawan, Jumat (13/6/2014).
Dia mengatakan hal tersebut menunjukkan bahwa pihak pembeli atau pengepul belum mengapresiasi best practice yang dipraktekkan oleh petani kakao. Semestinya, ujar Rusman, selisih harga biji kakao fermentasi bisa dirasakan dan membuat petani terus melakukan fermentasi hasil panennya.
"Ini kan tujuannya merespons perubahan proses yang dilakukan di pengolahan kakao kita, mestinya harga biji fermentasi juga lebih premiun," ungkapnya.
Namun di sisi lain, Rusman mengingatkan pemangku kepentingan kakao agar tidak memandang masalah sertifikasi kakao sebagai hal yang hitam-putih. Sebab, mayoritas dari petani masih belum memahami dan tertarik untuk memfermentasi, karena biji kakao nonfermentasi juga masih diterima oleh pasar.
Mengenai tenggat waktu 24 bulan yang ditetapkan oleh Permentan 67/2014, Rusman menuturkan bahwa jeda waktu itu cukup untuk masa kompromi. "Saya kira sejak sekarang saja sudah dipraktekkan fermentasi itu. Cukup lah waktu itu," ujarnya.