Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Anggaran Menyempit Jadi 2,4%

Defisit fiskal sedikit menyempit dari usulan pemerintah dalam RAPBN Perubahan 2014 yang sebesar Rp251,7 triliun atau 2,5% terhadap produk domestik bruto setelah asumsi kurs rupiah disepakati Rp10.600 per dolar Amerika Serikat yang mengurangi beban subsidi.nn

Bisnis.com, JAKARTA – Defisit fiskal sedikit menyempit dari usulan pemerintah dalam RAPBN Perubahan 2014 yang sebesar Rp251,7 triliun atau 2,5% terhadap produk domestik bruto setelah asumsi kurs rupiah disepakati Rp10.600 per dolar Amerika Serikat yang mengurangi beban subsidi.

Dalam rapat kerja pembahasan RAPBN-P 2014, Jumat (13/6/2014) malam, pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati postur sementara RAPBN-P 2014 dengan defisit fiskal yang menciut menjadi Rp241,5 triliun atau 2,4% terhadap PDB.

Postur sementara itu akan menjadi pegangan dalam rapat kerja awal pekan ini antara kementerian/lembaga dengan komisi di DPR yang menjadi mitra kerja.

Penerimaan negara meningkat dari usulan awal Rp1.597,7 triliun. Pembahasan menyepakati angka Rp1.635,4 triliun meskipun tetap turun dari target APBN 2014 senilai Rp1.667,1 triliun.

Pemerintah berjanji melakukan upaya ekstra untuk sedikit menahan koreksi target penerimaan, terutama pada pajak penghasilan (PPh) nonmigas dan pajak bumi dan bangunan (PBB).

Bahkan, PPh migas, bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dijanjikan meningkat dari target APBN 2014.

Di sisi belanja negara, peningkatan terjadi dari usulan pemerintah Rp1.849,5 triliun. Banggar DPR dan pemerintah menyepakati Rp1.876,9 triliun. Adapun, pagu belanja negara dalam APBN 2014 hanya Rp1.842,5 triliun.

Lonjakan itu terjadi a.l. karena kenaikan cadangan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dan transfer ke daerah. Terdapat pula pengadaan cadangan perlindungan sosial yang dalam APBN 2014 tidak ada.

Adapun, pembengkakan subsidi energi yang menjadi biang keladi utama pelebaran defisit tahun ini berhasil ditekan.

Subsidi BBM yang semula diusulkan naik dari Rp210,7 triliun menjadi Rp285 triliun, dapat ditekan menjadi Rp246,5 triliun. Demikian pula dengan subsidi listrik yang awalnya diusulkan naik dari Rp71,4 triliun menjadi Rp107,1 triliun, ditekan menjadi Rp103,8 triliun.

Namun, pembengkakan subsidi itu berkurang lebih karena perubahan asumsi kurs dan penambahan carry over kekurangan pembayaran subsidi ke tahun anggaran 2015, ketimbang karena pengendalian volume konsumsi.

Banggar dan pemerintah sebelumnya menyepakati asumsi kurs rupiah Rp11.600, berubah dari usulan pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN-P 2014 sebesar Rp11.700 per dolar Amerika Serikat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper