Bisnis.com, JAKARTA -- Ditjen Bea dan Cukai menilai besarnya porsi proses penyiapan dokumen dalam waktu inap kontainer atau dwelling time lebih disebabkan perilaku pengusaha yang seringkali tidak disiplin memulai proses perizinan.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengklaim lamanya waktu dalam proses penyiapan dokumen atau pre-clearance lebih banyak porsinya disebabkan oleh importir dibandingkan oleh instansi pemeritah.
“Jadi begini, sebelum barang datang itu, para pemilik barang seharusnya terlebih dahulu mengurus izin impornya itu ke instansi pemerintah terkait. Sehingga ketika datang, seluruh dokumen perizinan sudah selesai, tetapi ini justru tidak,” ujarnya, Minggu (8/6/2014).
Bahkan, sambungnya, barang yang sudah datang pun tidak kemudian langsung diurus dokumen perizinannya oleh pemilik barang.
Alhasil, dwelling time kian sulit untuk ditekan akibat rendahnya disiplin waktu para pemilik barang.
Pos pre-clearance adalah proses barang masuk ke Pelabuhan sebelum diperiksa oleh aparat bea dan cukai pelabuhan.
Proses tersebut a.l. meliputi pemenuhan izin instansi, proses pembayaran (perbankan), administrasi pelabuhan dan infrastruktur, dan karantina.
“Saat ini, beberapa izin di perdagangan itu bisa melalui online. Hitungan menit pun jadi. Tapi kalau barangnya sudah datang, dan izinnya belum diurus, maka hitungannya menjadi sekian hari dong. Enggak fair jadinya menyalahkan pemerintah,” tuturnya.
Susiwijono mengatakan perlunya edukasi bagi para pemilik barang untuk sesegera mungkin mengajukan proses penyiapan dokumen perizinan sebelum barang datang.
Pemerintah juga melampirkan segala persyaratan perizinan dalam Indonesia National Single Window.
Dia juga mensinyalir ada beberapa korporasi besar yang sengaja menyimpan barangnya di pelabuhan sebagai buffer stock karena tidak memiliki gudang di Indonesia.
Menurutnya, hal itu dilakukan karena ada antrean produksi di dalam pabrik mereka.