Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Destry Damayanti menyatakan pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk menghindari pelebaran defisit transaksi berjalan kuartal II/2014.
Idealnya, dengan terpuruknya ekpor komoditas penopang seperti CPO dan batu bara, impor barang-barang konsumsi harus dibatasi.
Dari data BPS 2014, ekpor lemak dan minyak hewan/nabati yang juga mencakup CPO pada April anjlok hingga 45,02% dari Maret, yakni US$1.119,2 juta. Ekspor bahan bakar mineral yang mencakup batu bara pun anjlok 9,87% menjadi US$1.864,4 juta.
“Masalahnya kita juga mau Lebaran. Kalau membatasi impor pangan nanti malah stabilias harga naik, ribut, inflasi naik,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis,Rabu (4/6).
Dalam jangka pendek, pemerintah bisa mengusahakan dengan penurunan pajak ekspor, namun langkah tersebut tidak struktural.
Walaupun demikian, Destry mengimbau pemerintah untuk tetap mulai mengupayakan usaha-usaha jangka panjang. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa menggunakan dalih “musiman” untuk mewajarkan adanya pelebaran defisit neraca berjalan.
Upaya jangka panjang bisa dilakukan dengan mendorong ekspor non komoditas, seperti otomotif. Menurutnya, ekspor otomotif berada pada kondisi bagus di kuartal III. Kondisi ini akan berdampak pada terjaganya besaran defisit transaksi berjalan.
Sekadar informasi, Bank Indonesia optimistis defisit transaksi berjalan sepanjang 2014 berada di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB) kendati neraca perdagangan April mengalami defisit.
“Thailand kan kondisinya lagi enggak bagus. Investor bisa dipindahin produksinya ke sini,” tuturnya.
Melihat gejala defisit neraca perdagangan dan keadaan musiman, Destry memprediksi defisit transaksi berjalan mendekati 3%. Menurutnya, transaksi berjalan bukan hanya pada aspek ekspor dan impor saja, tapi menyangkut juga masalah income repatriasi April yang cukup tinggi.Selain itu, pembayaran hutang ke luar negeri dinilai juga mempengaruhi.
“Tekanan dolar agak kenceng kan di Mei. Di situ saja sudah mencerminkan bahwa sektor eksternal sudah berat apalagi ditambah dengan kebutuhan-kebutuhan riilnya. Deviden repatriasi, bayar utang dan sebagainya. Agak berat,” tuturnya.