Bisnis.com, MALANG — Kalangan pergerakan koperasi merasa lega Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No.17/2012 dalam sidangnya 28 Mei 2014 tentang Perkoperasian karena UU tersebut justru dinilai mengekang pertumbuhan koperasi.
Ketua Umum Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowan Jati) Sri Untari mengatakan sesuai dengan amar putusan MK maka untuk sementara berpijak pada UU No. 25 tahun 1992 sampai UU baru disusun.
“Dengan berpijak pada UU No. 25 tahun 1992, koperasi justru malah berpeluang bisa tumbuh. Kami selaku pergerakan koperasi lega dengan adanya keputusan tersebut,” ujar Sri Untari di Malang, Jumat (30/5/2014).
Pasal-pasal dalam UU tersebut justru mengekang perkembangan koperasi. Contohnya, ketentuanb bahwa setiap jenis usaha koperasi harus berbadan sendiri, realisasinya tidak mudah.
Selain pengaturan keanggotaannya, juga terkait dengan figur pengurusnya. “Mencari pengurus yang dipercaya anggota itu tidak mudah,” ucapnya.
Selain itu, pemecahan koperasi serba usaha menjadi koperasi-koperasi yang spesifik juga tidak mudah, terutama terkait dengan perpajakan.
Misalnya Koperasi Wanita (Kopwan) Setia Budi Wanita (SBW) yang awal pendiriannya hanya breast Rp1 miliar dan kini berkembang menjadi Rp58 miliar. Dengan dipecah menjadi berbagai unit usaha mandiri dan asetnya dibagi per unit kegiatan, maka Rp57 miliar dikenakan pajak oleh pemerintah.
“Siapa yang menanggung pajaknya, ini menjadi permasalahan. Berat jika koperasi harus menanggung pajak sebesar itu,” ujarnya.
Dengan berlaku kembalinya UU No. 25 tahun 1992, maka kendala-kendala seperti itu tidak ada lagi sehingga koperasi lebih leluasa untuk berkembang.
Masalah lain di UU No. 17 tahun 2012, justru mengarah pada memposisikan sebagai badan usaha biasa sehingga kepemilikan individual bisa dibenarkan.
Selain itu, UU No. 17 tahun 2012 lebih mendorong koperasi memperbesar kapital bukan pengembangan SDM sehingga membolehkan kalangan dari luar masuk sebagai pengurus koperasi.
Selain ketentuan mengenai setoran wajib dan sertifikat modal koperasi lebih menegaskan koperasi sebagai usaha swasta biasa. Apalagi hasil dari pengelolaan penyertaan modal nantinya tidak boleh dibagi dalam sisa hasil usaha (SHU).
Terkait klaim dari pemerintah bahwa dengan terbitnya UU No. 17 tahun 2012 dapat mendorong koperasi berkembang sehingga dapat berdaya saing bersamaan dalam pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015, menurut Sri Untari yang juga Ketua Umum Kopwan SBW, klaim tersebut sekadar isapan jempol.
Hal itu terbukti dengan fakta Koperasi Warga Semen Gresik yang beroperasi dengan mengacu UU No. 25 tahun 1992 justru termasuk 300 koperasi terbaik di dunia.
Namun UU No. 25 tahun 1992 memang mempunyai sisi kelemahan dari sisi pengawasan dan tata pembubaran koperasi yang tidak jelas.
“Jadi untuk memperkuat UU tersebut dibuat saja PP terkait pengawasan koperasi dan tata pembubaran koperasi ,” uajrnya.