Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah menerapkan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk setiap produk olahan kayu asal Indonesia telah dijalankan oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), meskipun belum semua anggota mereka menerapkan sistem tersebut.
“Memang telah ditetapkan bahwa paling lambat 31 Desember lalu setiap perusahaan dan pengusaha hutan memiliki SVLK dan tidak diperpanjang lagi batas waktunya, hingga saat ini sudah 50% anggota kita menerapkannya,” kata Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto kepada Bisnis.com, Selasa (27/5/2014).
Saat ini, APHI memiliki 550 anggota pemegang izin pengelolaan hutan di Indonesia. Sebagian besar perusahaan dan pemilik perusahaan yang belum memiliki SVLK menurut Purwadi, karena banyak pemegang izin yang tidak aktif lagi dalam usaha bidang kehutanan.
Meski demikian, ia tetap mendorong setiap pemegang izin untuk segera mendapatkan pengesahan SVLK dan melengkapi persyaratan. Purwadi menambahkan, penerapan SVLK dalam pengelolaan hasil hutan menjadi salah satu penilaian kinerja oleh pemerintah. “Kita targetkan anggota dapat melengkapi persyaratan SVLK ini, di tahun ini,” kata Purwadi.
Menurut catatan Kementerian Kehutanan, total nilai ekspor kayu dan produk kayu Indonesia mencapai US$10 miliar ke seluruh dunia. Sebaran ekspor tersebut yakni Eropa mencapai US$1 miliar, Jepang US$2 miliar, China US$1,5 miliar dan wilayah lainnya.
Pemerintah RI menerapkan SVLK untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Dengan SVLK, konsumen di luar negeri pun tak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia.
Dengan SVLK, para petani dari hutan rakyat dan masyarakat adat dapat menaikkan posisi tawar dan tak perlu risau hasil kayunya diragukan keabsahannya ketika mengangkut kayu untuk dijual. Para produsen mebel yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di luar negeri. Indonesia memberlakukan langkah bertahap dalam penerapan SVLK. Ini sebagai langkah awal yang harus menunjukkan sertifikat legalitas sebelum menuju ke sertifikat pengelolaan hutan lestari (sustainability).