Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai keliru memahami gagasan nasionalisasi yang dilontarkan Partai Gerindra. Ketua Umum Partai Demokrat itu juga melupakan kebijakan nasionalisasi yang sudah diterapkan dalam masa pemerintahannya.
"SBY lupa bahwa pemerintahannya sudah melakukan nasionalisasi, yakni di sektor pelayaran melalui Instruksi Presiden No.5/2006 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Kebijakan ini mewajibkan angkutan komoditas domestik berbendera Merah Putih," kata Ketua III Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur Bambang Harjo, Sabtu (24/5/2014).
Menurut dia, Inpres No.5/2006 mengenai asas cabotage itu merupakan bentuk nasionalisasi di sektor pelayaran dan berhasil memberikan nilai tambah ke dalam perekonomian nasional.
Kebijakan tersebut, lanjut Bambang, sukses menambah 5.500 kapal berbendera Merah Putih. "Jumlah kapal nasional melonjak dua kali lipat, bahkan kapasitas angkutnya naik hingga tiga kali lipat," ujar Bambang yang juga Ketua Komisi Tetap Bidang Infrastruktur Kadin Indonesia.
Dia mengatakan SBY seharusnya memahami bahwa nasionalisasi seperti kebijakan pelayaran itu penting demi kedaulatan ekonomi bangsa.
"Inpres No.5 itu salah satu bentuk nasionalisasi, jadi bukan nasionalisasi yang membabi buta dengan mengambil alih perusahaan asing menjadi perusahaan nasional. Kebijakan tentunya tetap terukur dan ramah terhadap investasi asing," kata Bambang yang terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Gerindra.
Dia menilai Inpres No.5/2006 sebenarnya masih ringan dibandingkan dengan kebijakan serupa di negara lain, seperti Amerika Serikat yang mewajibkan asas cabotage di semua bidang, termasuk sumber daya manusia dan docking kapal.
"Jika mengacu Pasal 33 Ayat 3 UUD, memang seharusnya semua kekayaan alam dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini termasuk sektor transportasi yang menjadi urat nadi perekonomian bangsa. Kalau dikuasai asing, kedaulatan ekonomi kita terpasung," ujarnya.
Sebelumnya, SBY mengkritik calon presiden yang janji kampanyenya justru bisa membahayakan kondisi bangsa maupun rakyat dan janjinya mustahil diwujudkan, seperti rencana nasionalisasi.
SBY mencontohkan ada capres yang mengatakan bila terpilih menjadi presiden akan menasionalisasi semua perusahaan asing di Indonesia, dan disadari atau tidak janji itu sulit dipenuhi. Bila dipenuhi tentu juga membawa konsekuensi ekonomi bagi Indonesia ke arah yang buruk.
"Saya ambil contoh, untuk janji kampanye sekarang ada yang bahaya, misalkan kalau jadi presiden semua aset-aset asing akan dinasionalisasi barangkali yang mendengar retorika seperti itu, wah ini hebat, tegas, nasionalime tinggi, tapi kalau kemudian jadi presiden semua aset dinasionalisasi yang perjanjiannya sudah sejak era Bung Karno dan Pak Harto, hari ini kita nasionalisasi, besok kita dituntut di arbitrase, lusa kita bisa kalah dan memporakporandakan ekonomi kita," katanya dalam Youtube.