Bisnis.com, JAKARTA—Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan setidaknya ada dua manfaat yang bisa diperoleh dari dipangkasnya kewenangan DPR terhadap pembahasan APBN pada masa mendatang.
Pertama, pembahasan maupun realisasi pencairan APBN kemungkinan besar tidak akan memakan waktu yang lama. Menurut Latif, pencairan APBN seringkali terhambat karena adanya konsultasi yang cukup intensif antara pemerintah dan DPR.
“Jadi setiap pemeritah atau kementerian ingin menggunakan anggaran, baik untuk proyek atau lain sebagainya harus konsultasi dulu ke tiga pihak, seperti komisi teknis, Komisi XI, dan Badan Anggaran,” ujarnya, Jumat (23/5/2014).
Kedua, mampu meminimalkan kemungkinan terjadinya bleeding atau pembengkakkan dalam APBN. Dia menilai alokasi APBN seringkali tidak efektif karena pembahasannya bukan berdasarkan profesionalitas, melainkan sudah memasuki politisasi.
Latif mengaku sudah banyak kasus yang terungkap jika ada oknum DPR yang bekerjasama dengan perusahaan “nakal” untuk mendapatkan tender atau proyek dari pemerintah. Jika perusahaan itu berhasil mendapatkan tender, maka oknum DPR itu akan mendapatkan fee.
“Boleh jadi bleeding APBN sedikit demi sidikit teratasi. Mengurangi terjadi kolusi negatif di antara mata anggaran dan anggota DPR yang memiliki kewenangan dalam menentukan proyek, siapa pelaksanaannya, hingga daerah dilakukannya proyek,” tuturnya.
Meskipun begitu, Latif mengaku keberadaan DPR dalam pembahasan APBN sangat penting karena membawa suara masyarakat, sekaligus mengevaluasi pemerintah. Namun, dia menilai kewenangan DPR saat ini terlalu kebablasan, sehingga fungsi APBN menjadi kurang efektif.