Bisnis.com, JAKARTA--Kawasan hutan hujan di jantung Borneo berkurang sekitar 2 juta hektare terkait dengan laju deforestasi akibat ekspansi bisnis skala besar, di antaranya adalah perkebunan dan pertambangan selama periode 2007-2012.
Hal itu disampaikan oleh WWF dan Heart of Borneo (HoB) Initiative dalam laporan besama The Environmental Status Report of the Heart of Borneo 2014. Deklarasi HoB sendiri ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia.
"Dalam 7 tahun setelah pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia menandatangani deklarasi untuk melindungi salah satu kawasan hutan hujan yang terpenting di dunia, kajian WWF mengungkap laju deforestasi di kawasan ini sesungguhnya telah meningkat pada lima tahun terakhir," demikian Anwar Purwoto, Direktur Sumatra dan Borneo WWF-Indonesia dalam keterangan resminya, Kamis (15/5/2014).
Laporan ini mengemukakan bahwa meskipun kawasan HoB lebih baik daripada Pulau Borneo secara keseluruhan, 10% atau 2 juta hektar hutan HoB telah hilang sejak penandatanganan Deklarasi HoB pada 2007. Anwar mengatakan masih terjadinya deforestasi itu dikarenakan kebanyakan kawasan HoB merupakan kawasan produktif yang masih aktif.
WWF mengungkapkan alasan utama dari hilangnya hutan itu adalah konversi hutan alam ke penggunaan lain nonhutan seperti perkebunan. Selain itu, papar Anwar, kebakaran hutan merupakan tekanan lainnya dan pada beberapa kasus disebabkan pembukaan lahan secara ilegal.
Prabianto Mukti Wibowo, Ketua Kelompok Kerja Nasional HoB Indonesia, menyatakan Pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia tetap berkomitmen kuat untuk mengatasi laju deforestasi di tengah banyaknya tantangan pada hutan hujan di kawasan jantung Borneo. Dia memaparkan segala kalangan perlu mengubah kecenderungan tersebut untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan.
"Kami akan memprioritaskan upaya pada implementasi RSPO dan ISPO khusus untuk di Kalimantan, mendorong praktik pertambangan yang bertanggung jawab, dan infrastruktur hijau dalam pembangunan," katanya.