Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penaikan Tarif Listrik: Kerugian Industri Lebih Besar Daripada Penghematan Negara Rp8 Triliun

Kementerian Perindustrian memastikan nilai kerugian industri sebagai dampak kenaikan tarif listrik pelanggan golongan industri mulai 1 Mei 2014 jauh lebih besar dibandingkan dengan penghematan anggaran negara Rp8 triliun akibat penghematan subsidi listrik.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian memastikan nilai kerugian industri sebagai dampak kenaikan tarif listrik pelanggan golongan industri mulai 1 Mei 2014 jauh lebih besar dibandingkan dengan penghematan anggaran negara Rp8 triliun akibat penghematan subsidi listrik.

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan pihaknya bersama para eselon I Kemenperin tengah menghitung angka kerugian akibat kenaikan tarif listrik untuk golongan pelanggan industri menengah I-3 (perusahaan terbuka) dan golongan industri besar I-4. Perhitungan tersebut berdasarkan laporan masing-masing asosiasi kepada Kemenperin. Dari perhitungan yang sudah berjalan, dipastikan nilai kerugian lebih dari nilai penghematan subsidi yang Rp8 triliun.

“Iya lebih dari Rp8,9 triliun itu, jauh, karena yang terkena dampak itu industri hulu di dalam negeri, masih proses dihitung keseluruhannya,” kata Hidayat di Jakarta, Kamis (8/5).

Staf Khusus Menteri Perindustrian Benny Soetrisno menambahkan kerugian yang diterima industri jelas lebih tinggi dari Rp8 triliun. Bahkan sebenarnya, pihaknya sudah mendapatkan konfirmasi dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bahwa penghematan subsidi listrik tahun ini tidak akan sampai Rp8 triliun.

“Kemenkeu itu menghitung penghematan subsidi bisa Rp8 triliun selama setahun, sementara kenaikan tarif dimulai 1 Mei. Saya sudah konfirmasi dengan PLN kalau benar, setahun hemat Rp8 triliun, tetapi kalau sejak Mei penghematannya sekitar Rp5,6 triliun,” kata Benny yang juga menjabat sebagai Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI).

Oleh sebab itu, kata Benny, jelas tidak seimbang dampak kenaikan tarif listrik bagi industri dengan penghematan yang dihasilkan. Kerugian di sektor hulu jelas jauh lebih tinggi. “Saya berani menyebutkan ini hampir di semua sektor, hulu pada mengurangi produksi semua.”

Beberapa sektor yang terkena dampak paling besar a.l kelompok industri logam (besi baja, aluminium, tembaga, nikel, dll), kelompok industri petrokimia hulu, antara dan hilir, kelompok industri bahan galian non logam (semen, keramik, kaca, dll), dan kelompok industri tekstil dan aneka (produk tekstil, kulit, sepatu).

Berdasarkan laporan dari asosiasi kepada Kemenperin, presentase listrik terhadap struktur biaya produksi daam kelompok industri logam sebesar 10%-15%. Adapun kondisi saat ini, seperti industri baja sedang tertekan lantran merugi serta menutup sebagian fasilitas produksinya dan merumahkan sebagian karyawannya. Ini dipengaruhi oleh kenaikan upah, kenaikan harga energi, tingginya nilai tukar rupiah, serta kondisi pasar besi baja yang sedang menurun selama 2 tahun terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Riendy Astria
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper