Bisnis.com,JAKARTA—Pelaku Usaha di sektor jasa dan alat berat pertambangan protes keras terhadap pemberlakuan UU Mineral dan batubara No.4/2009 terutama pasal 102 dan 103.
Indra Rismanto, Direktur utama PT Meta Estetik Graha mengatakan perusahaannya harus menanggung kerugian puluhan miliar pasca pemerintah menjalankan UU tersebut. Karena perusahaan tambang yang menjadi rekanannya selama ini tiba-tiba menghentikan kerjasamanya.
“Akibat pemberlakuan UU Minerba itu, sebanyak 160 unit alat berat dan 237 dumptruck yang kami miliki tidak beroperasi. Padahal perusahaan kami 70% itu hidupnya dari jasa menambang,” katanya saat bersaksi di Mahkamah Konstitusi, Rabu (7/5/2014).
Protes yang sama juga diungkapkan Direktur Utama PT Putra Ketapang Mandiri Khaidar Mubarak. Dia mengatakan adanya pelarangan ekspor bijih mineral yang tertuang dalam UU No.4/2012 tersebut membuat rekanan perusahaan yaitu PT Harita Mineral memutus kerjasama lantaran Harita tidak dapat melakukan ekspor bijih mineral.
“Kami menyediakan jasa pengangkutan dan jasa lainnya kepada PT Harita Mineral. Setelah Harita tidak bisa ekspor bijih mineral, kami kehilangan sumber penghasilan,” ungkapnya.
Dia menyebutkan pada Desember 2013 atau sebulan sebelum UU Pelarangan ekspor mineral itu diterapkan. Harita sudah memutus kontrak kerjasama dengan perusahaannya. Sejak saat itu, perusahaannya dirundung ketidakpastian usaha.
“Separuh karyawan atau sekitar 150 orang sudah kami rumahkan,” jelasnya.
Menanggapi keluhan dan gugatan tersebut, Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R. Sukhyar menyatakan pemerintah sejak jauh-jauh hari sudah mensosialisasikan atas rencana pelarangan tersebut. Karena itu, seharusnya pengusaha sudah mengantisipasinya sehingga kondisi ini tidak terjadi.
“Pemerintah kan sudah sosialisasi, seharusnya mereka memperhatikan itu. Jangan seenaknya, kalau susah saja baru lapor,” katanya.