Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha logistik di Pelabuhan Tanjung Priok mengandalkan angkutan barang peti kemas menggunakan armada truk trailler ketimbang moda kereta api (KA) untuk kegiatan dellivery.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Sofian Pane mengatakan kegiatan angkutan barang menggunakan moda KA dianggap lebih mahal kerena mesti double handling mengingat infrastruktur jalur KA ke Pelabuhan Priok hanya sampai stasiun Pasoso dan tidak sampai disisi dermaga.
“Dengan begitu, ada dua kali lift on dan lift off (Lo-Lo) yakni saat di stasiun asal dan stasiun tujuan, kemudian diangkut lagi menggunakan trailler ke dalam lini satu pelabuhan,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini, Senin (5/5/2014).
Dia mengatakan, pengangkutan barang menggunakan moda KA lebih cocok dimanfaatkan terhadap aktivitas delivery dengan volume besar dan berkesinambungan serta angkutan rute jarak jauh.
Sofian mengungkapkan, tidak diminatinya pengangkutan logistik menggunakan KA dari pelabuhan Priok dan sebaliknya dapat dilihat saat dibukanya layanan langsung ekspor impor dari terminal darat Gede Bage Bandung Jawa Barat beberapa waktu lalu ke Pelabuhan Priok.
“Sekarang ini pemanfaatan layanan tersebut oleh pelaku usaha logistik sangat kecil intensitasnya. Sebab menggunakan armada trailler lebih efisien dan tidak double handling meskipun seringkali meski menghadapi kemacetan di jalan raya pada jalur distribusi itu,” tuturnya.
Sofian mengatakan, pengembangan infrastruktur pendukung untuk kegiatan delivery barang dan peti kemas dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok lebih ideal pada penambahan infrastruktur jalan raya khususnya di jalur di distribusi serta menjalankan program revitalisasi atau peremajaan angkutan pelabuhan.
Soalnya, kata dia, hinterland atau daerah industri pendukung aktivitas pengapalan ekspor impor di pelabuhan Priok sebagian besar atau 65% berasal dari Jawa Barat dan sekitarnya, sisanya merupakan kargo transhipment antar pulau yang mesti didistribusikan lagi ke sejumlah daerah di Indonesia.
“Pemerintah semestinya segera mendorong peremajaan armada trailler dengan berbagai insentif yang bisa diberikan kepada perusahaan angkutan pelabuhan,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan supaya PT.KAI memfokuskan pada perbaikan dan layanan angkutan penumpang ketimbang melakukan ekspansi berlebihan menggarap angkutan barang.
Sofian mengatakan sudah mendengar BUMN tersebut menargetkan pertambahan pendapatan jasa angkutan barang melalui moda KA. Hal itu, kata dia, wajar saja tetapi perlu diingat bahwa pelaku logistik tentunya akan memilih moda yang paling efisien untuk menekan cost logistik nasional.
”Apalagi pada 2015 kita akan memasuki Asean Economic Community yang tentunya unsur efisiensi dalam logistik itu sangat penting,”paparnya.
PT.KAI merencanakan sumbangsih pendapatan angkutan barang bisa lebih besar ketimbang sektor lainnya. Bahkan pad 2014, BUMN tersebut PT KAI menargetkan pendapatan tumbuh sekitar 20% dari tahun sebelumnya.
Dari total pendapatan perseroan selama 2013, penyewaan kereta angkutan barang menyumbang sekitar 45%. Sedangkan kontribusi jasa pengangkutan penumpang sebesar 48%, sisanya dari operasi usaha lainnya