Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian mengkaji bentuk relaksasi yang sesuai untuk industri atau perusahaan berorientasi ekspor terkait dengan dampak kenaikan tarif listrik untuk pelanggan golongan industri menengah dan besar.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan komponen listrik dalam biaya produksi cukup besar. Oleh sebab itu, untuk membantu perusahaan/industri yang berorientasi ekspor, pihaknya mengidentifikasi relaksasi apa yang akan diberikan kepada setiap industri.
Dia menilai dampak kenaikan tarif listrik cukup besar kepada industri lantaran besarnya komponen tersebut. Dia mencontohkan, komponen listrik dalam industri kimia mencapai 60%, industri baja 20%, dan sebagainya.
“Untuk membantu, kami sedikit membuat relaksasi, masih dilihat kebutuhan setiap industri apa saja,” kata Harjanto di Jakarta, Senin (5/5/2014).
Beberapa relaksasi yang dipertimbangkan a.l. untuk industri tekstil yang akan diberikan penundaan PPN bila ingin mengekspor. Selain itu, untuk industri semen yang meminta keringanan bea masuk mesin atau generator yang menghasilkan listrik. “Serta keringanan PPh untuk industri besi dan baja,” tambahnya.
Kemenperin juga masih menghitung kerugian yang akan ditanggung oleh industri sebagai dampak kenaikan TDL yang dari 38,9% hingga 64,7% untuk golongan pelanggan industri menengah dan besar.
Bila Kementerian Keuangan merilis bakal ada penghematan hingga Rp8 triliun dengan penghapusan subsidi ini, Harjanto mengaku belum bisa merilis angka kerugian yang akan diterima industri. “Saya belum bisa katakan karena juga masih dihitung per sektornya.”
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan mengenai relaksasi yang dipertimbangkan pemerintah ini, pihaknya tidak ingin berharap banyak.
Pasalnya, untuk meminta kompensasi perpanjangan cicilan kenaikan tarif listrik saja, pemerintah tidak bisa melakukannya. Dia meminta pemerintah tidak melakukan pembohongan publik.
Jadi, dengan adanya rencana pemberian kompensasi, pihaknya belum bisa percaya. Hal ini lantaran masih berupa perkataan, bukan realisasi.
“Saya tidak terpikirkan, kompensasi seperti apa, energi harus dibayar energi. Kami cuma minta cicilan angsuran diperpanjang, bukan dengan kompensasi yang lain,” tegas Ade.