Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kedelai Kian Mahal, Ekspor CPO Naik 13%

Ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya pada Maret naik 13%dari bulan sebelumnya, didorong oleh melambungnya harga rerata kedelai sejak Februari.
Pengangkutan sawit. Ekspor CPO naik 13%/Bisnis
Pengangkutan sawit. Ekspor CPO naik 13%/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya pada Maret naik 13%dari bulan sebelumnya, didorong oleh melambungnya harga rerata kedelai sejak Februari.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), penjualan ekspor CPO ke luar negeri bulan lalu menyentuh 1,79 juta ton, naik dari pencapaian 1,58 juta ton bulan sebelumnya.

“Kenaikan volume ekspor ini, selain karena harga kedelai yang tinggi, juga disebabkan stok CPO Indonesia dan Malaysia sudah berkurang. Selain itu, spekulasi El Nino yang memengaruhi pasar juga masih bergulir,” ujar Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan, Selasa (22/4/2014)

Sejak Februari, rata-rata harga kedelai naik 5% menjadi US$878,66/bushel dari US$831,35/bushel bulan sebelumnya. Kenaikan itu terus berlanjut hingga Maret, saat harga kedelai menembus US$925,54/bushel.

Berdasarkan analisis Oil World, harga komoditas kedelai telah menyentuh level overvalued atau terlalu tinggi. Akibatnya, banyak importir minyak nabati menggeser preferensinya pada penggunaan minyak sawit sebagai minyak substitusi.

Kenaikan permintaan CPO, lanjut Fadhil, paling banyak terjadi di Afrika dan Pakistan, meskipun secara volume total permintaan dari kedua kawasan tersebut tidak sebesar dari India, China, dan Uni Eropa.

Ekspor CPO dan produk turunannya ke Pakistan mencapai 174.000 pada Maret, naik 197% dari bulan sebelumnya. Sementara itu, penjualan ke Afrika pada bulan yang sama naik 59% menjadi 125.500 ton.

“Kenaikan permintaan di Pakistan karena negara itu mulai meningkatkan stok CPO di dalam negeri untuk menyambut bulan puasa dan Idul Fitri pada Juni. Hal yang sama juga dilakukan India,” jelas Fadhil.

Penjualan CPO dan produk turunannya ke India naik 31% pada Maret menjadi 412.000 ton. Sementara itu, ekspor ke China naik 11% menjadi 281.000 ton bulan lalu.

Menurutnya, ekspor ke China bulan lalu kurang bergairah akibat perlambatan ekonomi Negeri Panda yang mengakibatkan para importir kesulitan mengakses kredit sehingga mereka mengurangi pembelian minyak nabati.

“Berdasarkan laporan beberapa sumber media asing, China telah membatalkan pembelian kedelai dari Amerika Serikat lebih dari 500.000 ton bulan lalu,” imbuhnya.

Untuk April, Kementerian Perdagangan menetapkan harga patokan ekspor CPO pada level US$901 dengan bea keluar sebesar 13,5% di tengah referensi harga rerata CPO Rotterdam pada level US$973.

Harga CPO pada Maret berada pada kisaran US$953-US$1.000 per ton, dengan harga rerata pada level US$961/ton. Level tersebut naik 6% dibandingkan Februari yang hanya menyentuh US$903/ton.

Bulan ini, harga CPO diproyeksi akan stagnan dan cenderung turun akibat pengaruh perlambatan ekonomi. Prediksi itu mulai tercermin akhir Maret, ketika harga CPO telah turun ke level US$960/ton.

“Harga hingga pertengahan April tercatat di kisaran US$893-US$923 per ton. Kami memperkirakan harga CPO hingga akhir bulan masih akan bergerak pada kisaran US$890-US$940 per ton,” ujar Fadhil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper