Bisnis.com, JAKARTA- PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) siap menggelontorkan investasi US$1,9 miliar sampai pada 2019.
Adapun investasi tersebut digunakan untuk peningkatan kapasitas, baik melalui optimalisasi maupun ekspansi.
Presiden Komisaris PT Inalum Agus Tjahajana mengatakan Inalum berencana meningkatkan kapasitas produksi aluminium ingot hingga 500.000 ton per tahun.
Saat ini produksi ingot inalum sekitar 256.000 ton. Untuk melakukan ekspansi itu, pihaknya bersama tim tengah melakukan kajian atau feasibility study (FS) yang rencananya rampung akhir tahun ini.
Seiring dengan proses FS untuk ekspansi berupa satu line smelter alumina menjadi aluminium ingot dengan kapasitas terpasang 250.000 ton per tahun tersebut, perusahaan juga melakukan optimalisasi smelter yang ada.
Sebelum diambil oleh pemerintah Indonesia pada 1 November 2013 dan berstatus badan usaha milik negara (BUMN), produksi aluminium ingot hanya 225.000 ton/tahun.
Namun, setelah diambil alih, perusahaan melakukan optimalisasi dengan penambahan trafo-trafo dan mengganti alat-alat yang sudah sangat tua untuk pencapaian produksi yang lebih baik.
Kini, produksi yang bisa dicapai adalah 256.602 ton/tahun, padahal target awal hanya 254.000 ton/tahun. Dia menargetkan, dengan optimalisasi, produksi tahun ini bisa mencapai 260.000 ton/tahun.
Kemudian, pada 2015 produksi aluminium ingot bisa mencapai 300.000 ton per tahun. Adapun dana untuk optimalisasi menggunakan dana internal perusahaan.
Per Oktober 2013, dana internal perusahaan senilai US$390 juta.
“Dengan tambahan satu line baru, produksi bisa nambah jadi 500.000 ton pada 2019. Itu naiknya bertahap, pda 2018 jadi 400.000 ton/tahun, 2019 jadi 500.000 ton/tahun,” kata Agus di kantor Kemenperin, Senin (21/4).
Menurutnya, untuk bisa mencapai produksi 500.000 ton/tahun, memang harus membangun satu line smelter baru.
Investasi yang dikeluarkan untuk membangun satu smelter beserta pelengkapnya senilai US$1,9 miliar. Secara rinci, untuk membangun satu line pengolahan lagi membutuhkan dana sekitar US$1,2 miliar dan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 513 mega watt sekitar US$700 juta.