Bisnis.com, JAKARTA – Geliat bisnis mainan anak di Indonesia tampaknya akan tersendat sejenak seiring dengan diberlakukannya Permenperind No 55/2013 tentang penerapan SNI Wajib Mainan Anak yang mulai diberlakukan 30 April.
Artinya, hanya dalam hitungan hari, seluruh mainan yang beredar di Indonesia, sejatinya harus sudah memiliki label SNI. Padahal, hanya ada beberapa perusahaan yang sudah mengantongi SPPT SNI.
Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan kesepakatan terakhir antara Kemendag dan Kemenperin yang sudah disosialisasikan kepada produsen dan importir mainan, seluruh mainan yang saat ini sudah beredar di pasaran, dan belum memiliki SNI tidak boleh diperdagangkan terlebih dahulu.
Saat ini, mainan-mainan yang sudah beredar tersebut, sudah diambil sample-nya untuk diuji oleh LSPro di laboratorium. Berdasarkan data Kemenperin, hingga pertengahan April sudah ada sekitar 70-an perusahaan yang mengajukan dan dalam proses pengujian untuk memperoleh SPPT SNI.
“Kalau dari hasil uji lab [contoh maianan yang beredar] tidak ada masalah, maka akan diberi sertifikasi SNI dan boleh diperdagangkan, tetapi kalau tidak, harus ditarik dari peredaran, begitu pula dengan mainan yang belum memiliki SNI, agar tidak diperdagangkan sampai mendapatkan SPPT SNI,” ujarnya.
Widodo yakin tidak akan terjadi kekosongan mainan di pasaran, sebab sudah ada beberapa perusahaan yang telah mendapatkan SPPT SNI, namun dia belum dapat menyampaikan jumlah perusahaan yang sudah memperoleh sertifikasi SNI.
“Tidak lah [terjadi kekosongan] kan sudah ada yang mendapatkan SNI. Mungkin di awal-awal akan terjadi masa peralihan, sambil proses juga, nanti lama-lama akan kembali normal. Karena kalau tidak sekarang, akan susah lagi,” tuturnya.
Sementara itu, untuk mainan impor ketika tanggal 30 April sampai dipelabuhan tanpa memiliki SPPT SNI, maka produknya harus dire-ekspor atau dimusnahkan. “Kami sudah tidak bisa mengundur lagi, karena sudah pernah sebelumnya. Jadi pengawasan akan tetap dilakukan tetapi bentuknya masih dalam bentuk pembinaan, tidak langsung berupa sanksi denda,” tuturnya.
Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kemenperin Ramon Bangun mengatakan untuk mempermudahan pelaku usaha mendapatkan SPPT SNI, kususnya produk impor, Kemenperind akan menunjuk laboratorium yang ada di luar negeri dan bekerja sama dengan LSPro Indonesia melakukan proses pengujian di negara asal barang.
“Ya intinya ini untuk kebaikan semua. Kami juga tidak ingin memberatkan pelaku usaha, tetapi peraturan harus tetap berjalan,” tuturnya.