Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SNI Wajib Mainan: Urgensi Lindungi Pasar & Anak

Penerapan label SNI, selain melindungi akan-anak dari mainan berbahaya, juga memudahkan proses pengawasan terhadap kebocoran produk illegal yang selama ini sulit terdeteksi.
Beragam Mainan Anak-Anak/Jibiphoto
Beragam Mainan Anak-Anak/Jibiphoto

Bisnis.com, JAKARTA--Raut keceriaan tampak jelas di wajah Ikram yang mendapatkan hadiah robot-robotan dari sang bunda. Maklum, sudah beberapa minggu, bocah yang baru merayakan ulang tahun keempatnya ini, sangat mendambakan mainan robot Transformer yang bisa berubah menjadi mobil tempur.

“Sengaja bawa dia [Ikram] ke sini, biar bisa memilih sendiri mainan yang dia mau untuk hadiah ulang tahunnya,” ujar Putri, Ibunda Ikram yang ditemui Bisnis, di Pasar Gembrong, beberapa waktu lalu.

Pasar Gembrong memang dikenal sebagai salah satu sentra mainan anak. Beragam jenis mainan bisa ditemukan di pasar yang berada di bilangan Jakarta Timur ini, mulai dari lego, bola, mobil-mobilan, mainan edukasi, hingga laptop mainan.

Berdasarkan pantauan Bisnis, mainan impor asal China mendominan penjualan mainan di pasar ini, bahkan ada pedagang yang hanya menjual mainan impor.

“Kami ngga jual mainan lokal, semuanya [mainan] impor [China] karena banyak ragamnya, bentuknya unik, harganya pun relatif lebih murah sehingga disukai masyarakat,” ujar Kristian salah seorang pemilik kios mainan di Pasar Gembrong.

Pria yang sudah 5 tahun melakoni bisnis mainan ini, mengaku mampu mengantongi omzet hingga Rp300 juta per bulan. Apalagi menjelang lebaran, kenaikan penjualan bisa dua kali lipat.

Secara potensi, pasar mainan anak di Indonesia memang sangat menggiurkan. Menilik data Sensus Penduduk 2011, jumlah anak berusia 0 hingga 15 tahun di Indonesia mencapai 73,8 juta.

Lebih dari 30% diantaranya merupakan anak berusia 0 hingga 4 tahun, belum lagi angka kelahiran yang terus bertambah sekitar 4,7 juta setiap tahunnya. 

Pesatnya pertumbuhan anak, berdampak pada permintaan mainan yang tak bisa dilepaskan dari dunia anak.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) Sudarman Wijaya memperkirakan nilai pasar mainan anak  di Indonesia mencapai Rp1,5 triliun hingga Rp2 triliun per bulan atau Rp18 triliun per tahun.

Tidak mengherankan bila Indonesia menjadi sasaran empuk produsen mainan dari seluruh dunia. Apalagi, sejak pasar bebas yang semakin membuka peluang produk impor menyerbu Indonesia.

Sayangnya, hampir 90% produk mainan yang masuk ke Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, berasal dari China. Angkanya pun terus meningkat sekitar 30% hingga 40% per tahun.

Namun, ada yang menjangggal dari data tersebut. Sebab, total nilai impor yang tercatat tahun lalu hanya sekitar US$125 juta atau Rp1,3 triliun. Jauh lebih kecil dibandingkan dengan potensi kebutuhan pasar yang mencapai Rp18 triliun per tahun.

Padahal, menurut Sudarman, 70% hingga 80% produk mainan yang beredar di Indonesia merupakan produk impor. Artinya, sebagian besar mainan yang menyesaki pasar dalam negeri selama ini merupakan mainan impor illegal tidak berlisensi.

Menurutnya, kebocoran tersebut terjadi karena tidak sedikit importir yang sebetulnya hanya importir umum, namun berhasil menyelipkan mainan di dalam produk yang diimpor ke Indonesia.

“Produk impor mainan seperti ini [illegal] yang jumlah sulit terdeteksi,” ujarnya.

//Bahan Berbahaya//

Celakanya, mainan impor asal China tersebut, banyak mengandung bahan berbahaya. Berdasarkan penelitian PT Sucofindo, salah satu Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) SNI Mainan Anak, ditemukan bahwa mainan tersebut mengandung bahan kimia yang bersifat karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik.

“Masih ada timbal metal, selain cat nya yang mengandung karsinogen dan bahan azo yang berbahaya dan bisa menyebabkan kanker serta menghambat pertumbuhan anak. Apalagi, anak-anak berusia di bawah 3 tahun punya kecenderungan memasukan benda-benda ke dalam mulut,” ujar Rolia Nurdiawati, Kepala SBU Laboratorium PT Sucofindo.

Tidak hanya itu, resiko berbahaya lain yang ditimbulkan dari mainan yang beredar selama ini, antara lain dari segi fisik yang berbentuk tajam, lancip, gampang copot, kecil, sehingga mudah tertelan. Ada pula jenis mainan yang mudah terbakar dan dapat menyetrum. Hanya saja, kondisi tersebut selama ini kurang disadari kebanyakan masyarakat yang lebih memilih mainan murah meriah.

Oleh karena itulah, sebagai langkah melindungi anak-anak dan pasar dalam negeri dari serbuan produk mainan impor illegal yang membahayakan, pemerintah mengeluarkan Permenperind No 55/2013 tentang penerapan SNI Wajib Mainan Anak yang mulai diberlakukan 30 April.

Artinya, hanya dalam hitungan hari, seluruh mainan yang beredar di Indonesia, sejatinya harus sudah memiliki label SNI.

Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan penerapan label SNI, selain melindungi akan-anak dari mainan berbahaya, juga memudahkan proses pengawasan terhadap kebocoran produk illegal yang selama ini sulit terdeteksi.

“Dengan label SNI, kami akan lebih mudah mengetahui produk legal atau illegal, aman atau tidak sehingga produk yang tidak aman dan palsu bisa dimusnahkan atau dire-ekspor,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dewi Andriani
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper