Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penghapusan BM Kakao: Asosiasi Kritik Rencana Pemerintah

Ketua Umum DPP Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menduga wacana penghapusan bea masuk biji kakao hanya aspirasi sebagian kecil industri.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menduga wacana penghapusan bea masuk biji kakao hanya aspirasi sebagian kecil industri.

Hal itu, ujar Zulhefi di sela pagelaran Apkasi International Trade and Investment Summit, Selasa (15/4/2014), cuma mewakili sebagian kecil industri yang kesulitan mendapat bahan baku karena biji kakao impor hanya terserap ke perusahaan-perusahaan besar..

Sejak sebelum 2010 hingga saat ini, pemerintah telah menerapkan tarif impor biji kakao sebesar 5% di tengah angka produksi yang hanya mencapai sekitar 500.000 ton.

Sejak 2011, pertumbuhan industri kakao di dalam negeri turut terkerek berkat instrumen bea keluar (BK).

Pemberlakukan BK tersebut mendorong pembukaan banyak pabrik baru dan peningkatan kapasitas pabrik yang telah ada.

“Ketika mereka berinvestasi, tentu mereka telah menghitung untung-ruginya. Artinya, pabrik-pabrik yang masuk ke Indonesia sudah tahu kalau produksi riil kita hanya 500.000 ton, dan tahu kalau tarif tarif impornya 5%.”

Zulhefi menjelaskan penghapusan BM menjadi berbahaya karena hingga Desember 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia masih mengekspor biji kakao nonfermentasi sejumlah 188.000 ton.

“Padahal sudah dibantu dengan BK, dan katanya kapasitas pabrik kita 1.000 ton, tapi mengapa masih juga ada [biji kakao] yang keluar? Ini mencerminkan pabrik-pabrik itu tidak beroperasi full capacity, karena bisnis mereka belum menguntungkan,” tutur Zulhefi.

Sebelum menihilkan tarif impor, imbuhnya, yang harus dikerjakan terlebih dahulu adalah menolkan angka ekspor biji kakao yang belum difermentasi. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kapasitas giling.

“BK enggak ada masalah. Industri sudah tertarik datang ke sini dengan BK segitu. Jadi, kalau masih ada ekspor, berarti harga di luar lebih bagus dari yang ada di sini. Anda sudah dibantu dengan BK, kok harga Anda masih rendah terhadap petani. Ini kesalahan pabrik juga,” tegasnya.

Berdasarkan laporan BPS, ekspor kakao tahun lalu bernilai US$1,151 miliar dengan total volume 414,08 ribu ton.

Pada Januari 2014 saja, nilai ekspor kakao mencapai US82,92 juta dengan total volume 25,37 ribu ton.

Sementara itu, impor kakao tahun lalu menyentuh US$204,64 juta dengan volume 63,15 ribu ton.

Impor kakao pada Januari 2014 mencapai US$23,46 juta dengan total volume sebesar 68,65 ribu ton.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya menjelaskan rencana penihilan BM biji kakao diambil berdasarkan perhitungan bahwa kemampuan pemasokan kakao dari dalam negeri masih berbanding terbalik dengan tingginya permintaan industri.

Menurut Lutfi, jika bea masuk impor dihilangkan, nilai tambah produk coklat Indonesia akan turut terdorong.

”Nilai tambahnya naik jadi 8 kali lipat. Kalau [biji kakao] diolah menjadi coklat dan bisa dimakan, nilai tambahnya jadi 9 kali lipat. Petani kita menjadi lebih sejahtera. Ini bisa menjadi solusi cerdas agar Indonesia lebih baik,” ujar Lutfi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper